Aspek Hukum Pengancaman di Media Sosial
Pasal Pengancaman dalam KUHP
Terkait dugaan tindak pidana pengancaman yang ayah Anda lakukan, berpotensi untuk dijerat berdasarkan ketentuan Pasal 335 KUHP lama yang masih berlaku saat artikel ini diterbitkan atau Pasal 448 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026.
Namun, perlu diketahui bahwa Pasal 335 KUHP atau yang sering disebut sebagai pasal perbuatan tidak menyenangkan semenjak adanya Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 39-40).
MK menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan (hal. 37). Oleh karena itu, Pasal 335 perbuatan tidak menyenangkan saat ini tidak relevan lagi.
Dengan demikian, pasal-pasal tersebut menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 | Pasal 448 UU 1/2023 |
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:
(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatannya hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. | (1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu sebesar Rp10 juta, setiap orang yang:
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana. |
Disarikan dari artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023, perbuatan harus memenuhi unsur-unsur berikut:
- barang siapa;
- secara melawan hukum;
- memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu;
- memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Lebih lanjut lagi, R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang hukum Pidana(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 238-239) menjelaskan bahwa yang harus dibuktikan dalam Pasal 335 tentang pengancaman adalah:
- Terdapat orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu;
- Pakasaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.
Tindak Pidana Pengancaman dalam UU ITE
Kemudian, karena dugaan tindak pidana pengancaman oleh ayah Anda dilakukan melalui sarana media sosial yaitu Facebook Messenger, maka ayah Anda dapat dijerat berdasarkan pasal dalam UU ITE dan perubahannya. Hal ini sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali yang berarti peraturan khusus (yaitu UU ITE) mengesampingkan peraturan yang lebih umum (yaitu KUHP).
Adapun tindak pidana pengancaman dalam UU ITE diatur dalam Pasal 29 UU 1/2024, yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.
Berkenaan dengan korban yang dimaksud dalam pasal di atas adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh tindak pidana. Selain itu, perundungan di ruang digital (cyber bullying) juga termasuk perbuatan yang diatur dalam pasal tersebut.
Pelanggaran terhadap Pasal 29 UU 1/2024 diatur dalam Pasal 45B UU 1/2024, yaitu dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Menjawab pertanyaan Anda, atas pengancaman yang dilakukan oleh ayah Anda melalui media elektronik, dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 29 UU 1/2024 jo. Pasal 45B UU 19/2016 tentang pengancaman secara elektronik sebagaimana tersebut di atas.
Untuk itu, kami berpendapat bahwa dalam menerapkan pasal-pasal yang mengandung sanksi pidana dalam UU ITE yang merupakan lex specialis dari pasal-pasal KUHP, hendaknya para penegak hukum dapat memperhatikan apakah pasal-pasal dari KUHP tersebut sebagai ketentuan umum (general) merupakan delik aduan atau delik biasa. Hal ini penting, untuk menjaga agar penerapan pasal-pasal pidana yang tersebar dalam UU ITE tidak dijadikan sebagai “sapu jagat” untuk mengkriminalkan seseorang.
Contoh Kasus
Agar mempermudah pemahaman Anda, kami akan memberikan contoh kasus pada Putusan PN Batam No. 191/Pid.Sus/2018/PN.Btm. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa terdakwa berkali-kali mengancam korban melalui pesan singkat (SMS). Salah satu pesan ancamannya sebagai berikut “dua x kau beruntung ya,, lari lah slma kau bs lari ya muka tembok. Slama masih dibatam kau. Bakalan jmpa kau sm kami. Beruntung kedua x ne kau. Kl ga kelas hidup kau laki bini dikantor kodim”. (hal.4)
Akibat perbuatannya, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B UU 19/2016. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan (hal. 35).
Sumber : Hukum Online
Diskusi