Dihadapkan ke Pengadilan karena Lalai Jalankan Prinsip Kehati-hatian
Penuntut umum meminta majelis hakim menghukum pimpinan Kantor Cabang Khusus (KCK) PT Bank Rakyat IndonesiaTbk (Persero) Jakarta, Opi Sofyan Suryadi dengan pidana penjara selama dua tahun. Ditambah denda Rp50 juta subsider empat bulan kurungan.
Opi dinilai penuntut umum terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Opi yang saat itu menjabat pimpinan KCK BRI Jakarta melakukan pelanggaran dalam proses pemberian kredit kepada 15 CV, diantaranya CV Bumi Sentosa, CV Trijaya, dan CV Asia Jaya.
“Terdakwa mengabaikan prinsip kehati-hatian dan azas pengelolaan kredit yang sehat dalam memberikan putusan kredit, tanpa memastikan kembali analisis dan evaluasi kredit pejabat pemroses kredit sudah sesuai ketentuan yang berlaku,” kata penuntut umum Roland Hutahaean di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (9/7).
Pemberian putusan kredit dilakukan Opi tanpa memastikan terlebih dahulu apakah pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pejabat pemroses kredit sudah dilakukan secara on-site dan off-site. Hal itu dilakukan untuk memastikan kepatuhan debitor, serta memastikan kredit telah dipergunakan sesuai tujuan semula.
Roland menguraikan, 2 Februari 2009, Thenih Tresiah dari CV Bumi Sentosa mendatangani Opi untuk mengajukan kredit modal kerja Rp10 miliar. Pengajuan diteruskan Opi pada Account Officer Ucok Rony Sitorus untuk diproses.
Ucok bersama Account Officer lain melakukan kunjungan kerja ke lokasi dagang CV Bumi Sentosa. Kemudian dibuat laporan pada 3 Februari 2009, tertulis keuntungan rata-rata per hari CV Bumi Sentosa mencapai Rp648 juta tanpa didukung bukti-bukti berupa faktur dan catatan keuangan. Padahal, Ucok harus bertanggung jawab atas isi laporan dari hasil kunjungan ke nasabah yang dibuatnya.
Lalu, CV Bumi Sentosa mengagunkan jaminan tanah dan bangunan untuk tambahan kredit. Tapi, kondisi tanah dan bangunan tidak sesuai uraian analisa kredit. Malah, Ucok mencantumkan tanah sedang dalam proses balik nama pada Thenih, sedangkan Thenih tidak mengakui kepemilikan tanah atas namanya maupun suaminya. Ternyata, seluruh agunan dibeli pada hari yang sama saat proses pencairan.
Akhirnya, 19 Februari 2009, Opi bersama anggota Komite Kredit menyetujui permohonan kredit CV Bumi Sentosa menjadi Rp20 miliar. Persetujuan hanya berdasarkan analisa Ucok, dengan data pendukung resume appraisal PT Eka Karya Asa Mandiri dan audit Kantor Akuntan Publik (KAP), tanpa verifikasi dan survei.
“Terdakwa tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemutus kredit. Padahal persetujuan harus lebih dulu meyakini bahwa usaha debitor telah dilaksanakan secara berkesinambungan. Pencairan kredit juga dilakukan pihak-pihak yang tidak terkait debitor,” ujar Roland.
Hal sama terhadap proses permohonan hingga pencairan kredit modal kerja CV Trijaya. Setelah pengajuan permohonan kredit sebesar Rp7,5 miliar pada 2 April 2009, Darmawan Sutanto memerintahkan Ucok melakukan kunjungan kerja untuk melihat kondisi usaha sembako dan persediaan barang dagangan CV Trijaya.
CV Trijaya mengajukan agunan pokok berupa piutang dagang, persediaan barang, ditambah tanah dan bangunan. Sebelum pengecekan, Ucok melaporkan pada Darmawan, CV Trijaya telah melengkapi data-data, diantaranya daftar piutang dagang, persediaan sembako, dan resume.
Roland melanjutkan, Darmawan langsung memerintahkan Ucok membuat Memorandum Analisis Kerja (MAK) tanpa peninjauan lapangan. Tapi menggunakan agunan berupa daftar piutang dagang, persediaaan barang dagangan sembako. Begitu juga dengan agunan tambahan berupa tanah dan bangunan.
Semingu kemudian, permohonan disetujui Opi sebesar Rp5 miliar. Persetujuan diberikan berdasarkan MAK, dan data pendukung hanya berpatokan pada resume appraisal PT Eka Karya Asa Mandiri dan audit KAP HM Achsin. Bukan dari hasil verifikasi dan survei sebagaimana tugas dan tanggung jawab Ucok.
Dalam pelaksanaan putusan kredit, KCK BRI Jakarta mengeluarkan lima cek masing-masing bernilai Rp1 miliar untuk CV Trijaya. Setelah uang masuk ke rekening CV Trijaya, dicairkan melalui RTSG ke rekening pihak lain, seperti John Agust, Toni, Andjar Prihatin, dan Sofyan Djuliana.
Hal serupa juga terjadi dalam pemberian kredit CV Asia Jaya. Pemberian kredit sebesar Rp20 miliar dilakukan tanpa proses verifikasi dan survei. Kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja pun tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan malah diberikan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan dengan perusahaan.
Lebih dari itu, tim auditor internal BRI menemukan, CV Bumi Sentosa, CV Trijaya, dan CV Asia Jaya yang merupakan debitor KCK BRI Jakarta sudah tidak bisa ditemukan lagi, baik rumah maupun tempat usaha sudah tutup. Selain itu, diketahui ketiga debitor sedang menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
Opi dinilai memperkaya pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan dengan debitor. Bahkan, hingga kini tidak dapat dikembalikan karena tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. “Berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara oleh BPKP, kerugian keuangan negara cq BRI sejumlah Rp45 miliar,” tutur Roland.
Menanggapi tuntutan, Opi dan pengacaranya, Thomas Situmeang akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya. Thomas menyatakan, seharusnya jaksa harus melihat terlebih dahulu sejauh mana tugas, tanggung jawab, dan kewenangan kliennya selaku pimpinan KCK BRI Jakarta.
“Itu yang menurut kami belum dilihat cermat oleh penuntut umum. Kemudian, mengingat ini dakwaan bersama-sama dan berkelanjutan, seharusnya penuntut umum menguraikan unsur-unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, tapi nyata-nyata tidak dibuktikan penuntut umum di surat tuntutannya,” terangnya.Hal serupa juga terjadi dalam pemberian kredit CV Asia Jaya. Pemberian kredit sebesar Rp20 miliar dilakukan tanpa proses verifikasi dan survei. Kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja pun tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan malah diberikan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan dengan perusahaan.
Lebih dari itu, tim auditor internal BRI menemukan, CV Bumi Sentosa, CV Trijaya, dan CV Asia Jaya yang merupakan debitor KCK BRI Jakarta sudah tidak bisa ditemukan lagi, baik rumah maupun tempat usaha sudah tutup. Selain itu, diketahui ketiga debitor sedang menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
Opi dinilai memperkaya pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan dengan debitor. Bahkan, hingga kini tidak dapat dikembalikan karena tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. “Berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara oleh BPKP, kerugian keuangan negara cq BRI sejumlah Rp45 miliar,” tutur Roland.
Menanggapi tuntutan, Opi dan pengacaranya, Thomas Situmeang akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya. Thomas menyatakan, seharusnya jaksa harus melihat terlebih dahulu sejauh mana tugas, tanggung jawab, dan kewenangan kliennya selaku pimpinan KCK BRI Jakarta.
“Itu yang menurut kami belum dilihat cermat oleh penuntut umum. Kemudian, mengingat ini dakwaan bersama-sama dan berkelanjutan, seharusnya penuntut umum menguraikan unsur-unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, tapi nyata-nyata tidak dibuktikan penuntut umum di surat tuntutannya,” terangnya.Hal serupa juga terjadi dalam pemberian kredit CV Asia Jaya. Pemberian kredit sebesar Rp20 miliar dilakukan tanpa proses verifikasi dan survei. Kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja pun tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan malah diberikan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan dengan perusahaan.
Lebih dari itu, tim auditor internal BRI menemukan, CV Bumi Sentosa, CV Trijaya, dan CV Asia Jaya yang merupakan debitor KCK BRI Jakarta sudah tidak bisa ditemukan lagi, baik rumah maupun tempat usaha sudah tutup. Selain itu, diketahui ketiga debitor sedang menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
Opi dinilai memperkaya pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan dengan debitor. Bahkan, hingga kini tidak dapat dikembalikan karena tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. “Berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara oleh BPKP, kerugian keuangan negara cq BRI sejumlah Rp45 miliar,” tutur Roland.
Menanggapi tuntutan, Opi dan pengacaranya, Thomas Situmeang akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya. Thomas menyatakan, seharusnya jaksa harus melihat terlebih dahulu sejauh mana tugas, tanggung jawab, dan kewenangan kliennya selaku pimpinan KCK BRI Jakarta.
“Itu yang menurut kami belum dilihat cermat oleh penuntut umum. Kemudian, mengingat ini dakwaan bersama-sama dan berkelanjutan, seharusnya penuntut umum menguraikan unsur-unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, tapi nyata-nyata tidak dibuktikan penuntut umum di surat tuntutannya,” terangnya.Hal serupa juga terjadi dalam pemberian kredit CV Asia Jaya. Pemberian kredit sebesar Rp20 miliar dilakukan tanpa proses verifikasi dan survei. Kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja pun tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan malah diberikan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan dengan perusahaan.
Lebih dari itu, tim auditor internal BRI menemukan, CV Bumi Sentosa, CV Trijaya, dan CV Asia Jaya yang merupakan debitor KCK BRI Jakarta sudah tidak bisa ditemukan lagi, baik rumah maupun tempat usaha sudah tutup. Selain itu, diketahui ketiga debitor sedang menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
Opi dinilai memperkaya pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan dengan debitor. Bahkan, hingga kini tidak dapat dikembalikan karena tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. “Berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara oleh BPKP, kerugian keuangan negara cq BRI sejumlah Rp45 miliar,” tutur Roland.
Menanggapi tuntutan, Opi dan pengacaranya, Thomas Situmeang akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya. Thomas menyatakan, seharusnya jaksa harus melihat terlebih dahulu sejauh mana tugas, tanggung jawab, dan kewenangan kliennya selaku pimpinan KCK BRI Jakarta.
“Itu yang menurut kami belum dilihat cermat oleh penuntut umum. Kemudian, mengingat ini dakwaan bersama-sama dan berkelanjutan, seharusnya penuntut umum menguraikan unsur-unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, tapi nyata-nyata tidak dibuktikan penuntut umum di surat tuntutannya,” terangnya.
Sumber : Hukum Online
Diskusi