Penjelasan Pasal-Pasal Bertanda Huruf dalam Perundang-Undangan


Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kita mengetahui bunyi Pasal 14 
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):



“Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.”



Menjawab pertanyaan Anda perihal ada beberapa pasal yang muncul setelah Pasal 14 KUHP tersebut, maka kita mengacu pada sejarah saat ketentuan pasal-pasal tersebut ditambahkan ke dalam KUHP. Pasal 14a s.d Pasal 14f KUHP merupakan pasal yang disisipkan/ditambahkan di antara Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP. Pada penjelasan Pasal 14a KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini baru lahir pada tahun 1927 berdasarkan L.N. 1926 No. 251 jo. 486. Penambahan Pasal 14a ini juga diikuti oleh penambahan Pasal 14b, 14c, 14d, 14e, dan 14f. Sedangkan, KUHP itu sendiri dibentuk pada 1915 melalui Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915. Keberlakuan KUHP di Indonesia berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.  

 

Masih berkaitan dengan penambahan pasal dalam suatu peraturan perundang-undangan, hal yang sama dapat kita temui juga contoh lain dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (“UU 27/1999”). Di dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa mengenai kejahatan terhadap keamanan negaradiberikan penambahan 6 (enam) ketentuan baru di antara Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku II KUHP yang dijadikan Pasal 107a, Pasal 107b, Pasal 107c, Pasal 107d, Pasal 107e, dan Pasal 107f. Undang-Undang ini telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia pada 19 Mei 1999.

 

Berkaitan dengan hal tersebut, penambahan atau penyisipan pasal dalam suatu peraturan secara teknis dapat kita lihat pembahasannya dalam buku Maria Farida yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Maria Farida mengatakan bahwa perubahan suatu peraturan perundang-undangan dilakukan apabila terdapat ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut yang tidak lagi sesuai dengan situasi atau kondisi yang berlaku dalam masyarakat (hal. 179).

 

Perubahan suatu peraturan perundang-undangan dapat meliputi hal-hal sebagai berikut (Ibid. hal. 179):

1.    Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat, maupun perkataan, angkahuruf, tanda baca dan lain-lainnya.

2.    Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat, maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca dan lain-lainnya.

 

Pendapat Maria Farida mengenai ketentuan teknik penyusunan perubahan suatu peraturan perundang-undangan tersebut juga sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Lampiran II Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini (Pasal 64 ayat UU 12/2011)

 

Pada angka 234 Lampiran II UU 12/2011 disebutkan bahwa:

 

Jika dalam Peraturan Perundang-undangan ditambahkan atau disisipkan bab, bagian, paragraf, atau pasal baru, maka bab, bagian, paragraf, atau pasal baru tersebut dicantumkan pada tempat yang sesuai dengan materi yang bersangkutan.”

 

Contoh teknik penyusunan perubahan peraturan perundang-undangan dalam hal penyisipan Pasal yang terdapat dalam Lampiran II UU 12/2011:

 

Di antara Pasal 128 dan Pasal 129 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 128A sehingga berbunyi sebagai berikut:

 
Pasal 128A

Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, hakim dapat memerintahkan hasil-hasil pelanggaran paten tersebut dirampas untuk negara untuk dimusnahkan.

 

Tidak hanya dalam KUHP atau contoh yang terdapat dalam Lampiran II UU 12/2011, mengenai contoh penyisipan pasal dalam perubahan undang-undang juga dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (“UU 4/2012”), yakni:

 

6. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 6A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

 
“Pasal 6A
 

(1) Subsidi energi ditetapkan sebesar Rp225.353.245.300.000,00 (dua ratus dua puluh lima triliun tiga ratus lima puluh tiga miliar dua ratus empat puluh lima juta tiga ratus ribu rupiah).

(2) Subsidi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a.    subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram;

b.    subsidi listrik; dan

c.    cadangan risiko energi.”



Sumber: Hukum Online

ORDER VIA CHAT

Produk : Penjelasan Pasal-Pasal Bertanda Huruf dalam Perundang-Undangan

Harga :

https://www.indometro.org/2025/05/penjelasan-pasal-pasal-bertanda-huruf.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi