UU Cipta Kerja Hapus Sanksi Pidana untuk Pengelolaan Limbah B3 Tanpa Izin


Saat ini negara tidak dapat meminta pertanggungjawaban pidana kepada setiap orang yang mengelola limbah B3 tanpa izin karena atas keputusan negara sendiri untuk menghapus Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.



Pemerintah harusnya mengontrol secara ketat pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena kegiatan tersebut berpotensi mencemari lingkungan hidup. Pencemaran berarti adanya gangguan, perubahan, perusakan bahkan benda asing yang menyebabkan unsur lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan berbahaya dan beracun didefinisikan sebagai zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.


Agar lingkungan hidup mampu mendukung kegiatan pembangunan yang berkesinambungan, usaha untuk memelihara dan mengembangkan mutu lingkungan hidup Indonesia menjadi hal penting. Pasal 102 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) menjadi instrumen penegakan hukum lingkungan untuk memelihara dan mengembangkan mutu lingkungan hidup Indonesia yang memberikan sanksi kepada setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Namun, Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah dihapus oleh UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) demi memberi kemudahan untuk menjalankan usaha.


Memudahkan segala urusan kegiatan usaha yang mendatangkan investasi seharusnya tidak mengabaikan lingkungan hidup yang harus dijaga baku mutunya. Baku mutu lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 13 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.


Dampak dari menghapus sanksi pidana untuk setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin adalah memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk melakukan perusakan baku mutu lingkungan hidup. Pengelolaan limbah B3 bisa dilakukan tanpa izin bahkan dibuang ke lingkungan hidup. Data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di media massa nasional tanggal 23 Juni 2023 menunjukkan pemanfaatan limbah B3 sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang besar. 


Misalnya pemanfaatan bahan baku batangan logam. Nilai ekonomi ini diperkirakan mencapai Rp12 triliun. Bisa dikatakan bisnis limbah B3 sangat menguntungkan. Kini akibat dari penghapusan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh UU Cipta Kerja adalah kegiatan ilegal mengelola limbah B3 tanpa izin sengaja dilakukan demi mendapatkan keuntungan.


Sebagai contoh, akibat dari penghapusan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah terjadi kegiatan illegal mengelola limbah tanpa izin oleh sebuah perusahaan. KLHK merilis kasus Perusahaan tersebut di website KLHK tanggal 10 Mei 2023. Penyidik KLHK menghentikan aktivitas peleburan logam tanpa izin Perusahaan tersebut di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten pada hari Senin, 18 April 2023. Penghentian aktivitas peleburan logam ini sebagai tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan akibat kegiatan peleburan logam tanpa izin yang dilakukan oleh Perusahaan.


Perusahaan tersebut merupakan sebuah perusahaan industri peleburan logam tembaga untuk dijadikan ingot (aluminium batangan) dengan status Penanaman Modal Asing (PMA). Akibat pencabutan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bukan hanya memberikan kebebasan Perusahaan itu dalam mengelola limbah B3, tetapi juga melakukan dumping yaitu pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.


Tindakan tersebut mencemari lingkungan sekitar dengan bukti hasil pengukuran in situ air lindi dumping limbah B3 di lahan persawahan yang nilai pH-nya hanya 0,92 (sangat asam). Berdasarkan temuan di lapangan, sang perusahaan menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah B3, diantaranya copper ash (abu tembaga) dan debu sisa pembakaran Printed Circuit Board (PCB).


Larangan Limbah B3 Ilegal Tanpa Sanksi Pidana

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja yang merevisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan limbah B3. Sayangnya undang-undang tersebut justru menghapus norma hukum Pasal 102 UU No. 32 Tahun 2009 yang memberikan sanksi pidana kepada setiap orang yang tidak memiliki perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Penghapusan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan konsekuensi penegakan hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin ibarat menegakkan benang basah. Pada akhirnya setiap orang yang ingin mendapatkan keuntungan dari limbah B3 akan mengabaikan larangan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.


Menurut pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Philipus M. Hadjon bahwa dalam hukum administrasi ada empat fungsi perizinan yaitu untuk mencegah bahaya, melindungi objek tertentu, distribusi benda atau barang langka, dan seleksi orang atau aktivitas tertentu. Konteks fungsi izin dalam pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah bahaya dan mengarahkan aktivitas tertentu.


Merujuk Hadjon, pengelolaan limbah B3 mutlak diperlukan izin. Pengelolaan limbah juga mutlak dilakukan dari sisi administrasi karena bisa menimbulkan bahaya. Fungsi izin dalam pengelolaan limbah ini sebagai instrumen preventif, bukan instrumen represif. Masih menurut pendapat Hadjon bahwa pengelolaan limbah B3 menimbulkan bahaya. Oleh karena itu, Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja yang mewajibkan perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan limbah B3 harusnya dengan disertai sanksi pidana jika Pengelola limbah tidak mempunyai izin pengelolaan limbah.

Pengelolaan limbah B3 yang menimbulkan bahaya bagi baku mutu lingkungan hidup akan berdampak kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pengelolaan limbah B3. Kebijakan atau suatu upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu, tujuan akhir pemidanaan sebenarnya adalah perlindungan masyarakat demi mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghapus Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui UU Cipta Kerja akan mengakibatkan masyarakat tidak terlindungi oleh limbah B3 dan masyarakat tidak mencapai kesejahteraannya karena lingkungannya tercemar.


Pengelolaan Limbah Ilegal Merupakan Kesalahan

Asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) merupakan masalah pertanggungjawaban pidana yang dilandaskan pada presumsi bahwa kesalahan (schuld) tidak dapat dimengerti tanpa keadaan melawan hukum (wederrechtelijke). Secara sederhana asas tersebut maknanya tidak mungkin mempertanggungjawabkan suatu perbuatan pidana kalau seseorang tidak melakukan perbuatan pidana.


Pasal 1 angka 20 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan limbah sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sudah dihapus oleh UU Cipta Kerja mengkriminalkan suatu perbuatan berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Pengelolaan limbah B3 tanpa izin berarti tidak adanya pengawasan dari pemerintah dan kegiatan tersebut berpotensi akan merusak baku mutu lingkungan hidup. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 tanpa izin merupakan kesalahan yang layak mendapatkan sanksi pidana.


Sanksi pidana di dalam Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan sanksi pidana bagi setiap orang yang melanggar hukum administrasi Pasal 59 UU UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tentang kewajiban memiliki izin mengelola limbah B3. Kebijakan kriminalisasi dan penalisasi terhadap pengelolaan limbah B3 tanpa izin adalah kebijakan hukum sebagai sarana pencegahan dini atau kebijakan preventif. Kebijakan hukum ini mempertimbangkan sifat bahaya dari dampak limbah B3 terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia.


Setiap warga negara tentunya mendambakan lingkungan hidup yang baik dan sehat. UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi menjamin hak tersebut dalam Pasal 29H ayat (1). Penghapusan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh UU Cipta Kerja berarti sama dengan menghapuskan kesalahan pada perbuatan pengelolaan limbah tanpa izin. Negara saat ini tidak dapat meminta pertanggungjawaban pidana kepada setiap orang yang mengelola limbah B3 tanpa izin karena atas keputusan negara sendiri untuk menghapus Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakta bahwa data KLHK mencatat nilai ekonomi pengelolaan limbah B3 bisa mencapai Rp12 triliun harusnya membuat negara mencegah pengelolaan limbah B3 tanpa izin dengan tidak menghapus sifat kesalahan atas perbuatan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.



Sumber : Hukum Online

ORDER VIA CHAT

Produk : UU Cipta Kerja Hapus Sanksi Pidana untuk Pengelolaan Limbah B3 Tanpa Izin

Harga :

https://www.indometro.org/2025/05/uu-cipta-kerja-hapus-sanksi-pidana.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi