Larangan Perkawinan Menurut Pasal 8 UU Perkawinan


Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perkawinan.


Selanjutnya, merujuk pada Pasal 2 UU Perkawinan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perkawinan.


Selanjutnya, merujuk pada Pasal 2 UU Perkawinan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Perkawinan juga harus memenuhi syarat subjektif, yaitu syarat yang melekat atau syarat yang ditujukan pada diri kedua calon mempelai. Adapun syaratnya adalah sebagai berikut:

  1. perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;
  2. untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya;
  3. perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun; dan lain-lain.

Syarat-syarat perkawinan selengkapnya dapat Anda temukan dalam Pasal 6 s.d. Pasal 12 UU Perkawinan dan perubahannya.


Pasal 8 UU Perkawinan tentang Perkawinan yang Dilarang

Menjawab pertanyaan Anda, benar adanya bahwa Pasal 8 UU Perkawinan mengatur tentang perkawinan yang dilarang. Berikut adalah bunyi pasal tersebut:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

    1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
    2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
    3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
    4. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
    5. berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;
    6. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Sebagai informasi, pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 UU Perkawinan tidak dipenuhi. Pegawai pencatat perkawinan juga tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 8 UU Perkawinan, meskipun tidak ada pencegahan perkawinan. 


Larangan Kawin dalam KHI

Apabila Anda beragama Islam, Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) mengatur secara khusus larangan kawin bagi penganut agama Islam. Sebagai contoh, dalam Pasal 39 KHIdilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:

  1. Karena pertalian nasab:
  1. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
  2. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
  3. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.

 

  1. Karena pertalian kerabat semenda:
  1. dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya;
  2. dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya;
  3. dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul;
  4. dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.

 

  1. Karena pertalian sesusuan:
  1. dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
  2. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
  3. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah;
  4. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
  5. dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.

Selain itu, terdapat larangan lainnya seperti:

  1. dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu, yaitu karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain, seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain, dan seorang wanita yang tidak beragama Islam;
  2. seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya, yaitu saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya, dan wanita dengan bibinya atau kemenakannya;
  3. seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, dan lain-lain.

Ketentuan selengkapnya mengenai larangan kawin dalam KHI dapat Anda temukan dalam Pasal 39 s.d. Pasal 40 KHI.



Sumber : Hukum Online

ORDER VIA CHAT

Produk : Larangan Perkawinan Menurut Pasal 8 UU Perkawinan

Harga :

https://www.indometro.org/2025/06/larangan-perkawinan-menurut-pasal-8-uu.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi