Kewenangan Hukum dalam Penutupan Akun Medsos Pelaku Tindak Pidana
Kewenangan Penutupan Akun Media Sosial
Perkembangan internet menghadirkan sarana berkomunikasi baru melalui sebuah media online yang biasa dikenal dengan media sosial. Media sosial membuat para penggunanya dengan mudah untuk ikut serta dalam mencari informasi, berkomunikasi, dan menjaring pertemanan, dengan segala fasilitas dan aplikasi yang dimiliki.
Dalam rangka melindungi kepentingan negara, publik, dan swasta dari kejahatan siber (cybercrime), dibentuk aturan khusus dalam UU ITE dan perubahannya yang mana media sosial termasuk dalam kategori informasi elektronik.
Pemerintah dapat melakukan pemutusan akses informasi atau dokumen elektronik guna melindungi kepentingan negara, publik, maupun swasta. Hal ini diatur dalam Pasal 40 ayat (2b) UU 19/2016 yakni pemerintah berwenang untuk melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Lalu, apakah penutupan akun media sosial ini dapat disamakan dengan pemutusan akses informasi elektronik sebagaimana disebut di atas? Jawabannya ada di dalam Penjelasan Pasal 98 ayat (1) PP 71/2019 bahwa yang dimaksud dengan pemutusan akses antara lain pemblokiran akses, penutupan akun, dan/ atau penghapusan konten. Jadi, penutupan akun media sosial termasuk dalam kewenangan pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (“Kominfo”).
Pemutusan akses dilakukan terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik adalah dengan klasifikasi:
- melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
- meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan
- memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sayangnya, dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara rinci perbuatan apa saja yang dimaksud sebagai perbuatan meresahkan masyarakat, mengganggu ketertiban umum, dan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun lebih lanjut dalam penjelasan pasal disebutkan yang dimaksud dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang mengandung unsur pornografi, perjudian, fitnah dan/ atau pencemaran nama baik, penipuan, kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), kekerasan dan/atau kekerasan anak, pelanggaran kekayaan intelektual, pelanggaran perdagangan barang dan jasa melalui sistem elektronik, terorisme dan/ atau radikalisme, separatisme dan/ atau organisasi berbahaya terlarang, pelanggaran keamanan informasi, pelanggaran perlindungan konsumen, pelanggaran di bidang kesehatan, pelanggaran pengawasan obat dan makanan. Sedangkan yang dimaksud dengan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum antara lain informasi dan/atau fakta yang dipalsukan.
Kemudian, Pasal 97 PP 71/2019 menyebutkan masyarakat, kementerian atau lembaga, aparat penegak hukum dan pengadilan bisa meminta atau memerintahkan pemutusan akses.[5] Tata cara permohonan pemutusan akses selanjutnya dapat Anda simak dalam Permenkominfo 5/2020 dan perubahannya.
Penutupan Akun Media Sosial Manajer Investasi Tanpa Izin
Menyambung pertanyaan Anda, dapatkah dibenarkan alasan karena OJK tidak pernah jadi pelapor resmi maka akun media sosial pelaku tindak pidana masih bisa berjalan aktif?
Sebelumnya, perlu Anda ketahui, manajer investasi harus terdaftar dan memiliki izin OJK. Hal ini telah disampaikan dalam Sebelum Memilih Investasi, Pahami Dulu Yuk Tugas Manajer Investasi yang dibuat oleh OJK. Ditambah lagi, berdasarkan pernyataan Anda, pengurus perusahaan sedang dalam proses pemeriksaan tindak pidana. Sehingga seharusnya OJK bisa mengajukan permohonan pemutusan akses terhadap seluruh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik (akun media sosial) milik perusahaan dengan alasan melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan yaitu tidak memiliki izin usaha manajer investasi.
Jadi, ketika sudah dilakukan pemutusan akses oleh Kominfo, maka perusahaan tidak memiliki alasan untuk mengaktifkan kembali akun media sosialnya, kecuali tindak pidana yang disangkakan diputus bebas atau lepas oleh pengadilan serta perusahaan telah melengkapi izin usaha manajer investasi.
Kemudian kami jelaskan kembali, mengingat subjek yang dapat melakukan permohonan pemutusan akses adalah masyarakat, kementerian atau lembaga, aparat penegak hukum, dan/atau lembaga peradilan, maka kami berpendapat pihak OJK sendiri yang sebaiknya mengajukan permohonan pemutusan akses. Sebab terkait izin usaha investasi ada dalam kewenangan OJK. Namun, apabila tidak dilakukan oleh OJK, maka subjek lain yang lebih luas cakupannya juga dapat mengajukan permohonan pemutusan akses atau penutupan akun media sosial, misalnya masyarakat itu sendiri.
Di sisi lain, apabila tidak ada satu permohonan pun dari pihak-pihak terkait di atas, pemerintah juga tetap memiliki wewenang langsung untuk melakukan pemutusan akses.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemutusan akses informasi atau dokumen elektronik, termasuk penutupan akun media sosial pelaku tindak pidana dapat saja dilakukan asalkan dengan tetap memperhatikan alasan pemutusan atau penutupan dan pihak yang berwenang melakukannya.
Sumber : Hukum Online
Diskusi