Akuntabilitas Aparat Penegak Hukum dalam Proses Penyidikan dan Penahanan
Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum sangat bergantung pada transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya. Namun, kasus penyalahgunaan kewenangan, penahanan sewenang-wenang, hingga pelanggaran prosedur penyidikan masih sering muncul.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan: sejauh mana akuntabilitas aparat penegak hukum diterapkan di Indonesia?
Makna Akuntabilitas dalam Penegakan Hukum
Akuntabilitas berarti tanggung jawab pejabat publik dalam melaksanakan tugas sesuai hukum, etika, dan profesionalisme. Dalam konteks penegakan hukum, akuntabilitas menuntut:
- Ketaatan terhadap prosedur hukum (KUHAP);
- Transparansi dalam penyidikan dan penahanan;
- Tidak adanya penyalahgunaan kewenangan;
- Adanya mekanisme pengawasan internal dan eksternal.
Tanpa akuntabilitas, keadilan dapat berubah menjadi alat kekuasaan.
Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 17 & 21: Penahanan hanya dapat dilakukan dengan alasan dan bukti yang cukup.
Pasal 77–83: Pengadilan berwenang memeriksa sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan (praperadilan).
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 13 & 14: Polisi wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan.
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Mengatur prinsip keadilan yang bebas, tidak memihak, dan bertanggung jawab.
4. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Kejahatan Berbasis HAM
Menguatkan tanggung jawab moral dan hukum aparat dalam penyelidikan.
Contoh Kasus Aktual
Pada tahun 2024, sempat ramai kasus seorang mahasiswa yang ditahan selama lebih dari 30 hari tanpa surat perpanjangan resmi, padahal bukti awal tidak cukup kuat. Kasus ini memicu reaksi publik dan laporan ke Komnas HAM, hingga akhirnya pengadilan menyatakan penahanan tersebut tidak sah melalui putusan praperadilan. Kasus ini jadi cerminan pentingnya mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap wewenang penahanan.
Banyak pelanggaran terjadi bukan karena kurangnya aturan, melainkan lemahnya implementasi dan pengawasan. Menimbulkan masalah seperti penyidikan tanpa dasar kuat, tekanan terhadap tersangka, penahanan tanpa surat perintah sah, menunjukkan bahwa aspek akuntabilitas belum menjadi budaya hukum.
Diperlukan check and balance antar lembaga penegak hukum — termasuk Propam, Kejaksaan, Komnas HAM, dan Pengadilan — agar proses penyidikan tidak menyimpang dari keadilan substantif.
Akuntabilitas aparat bukan sekadar formalitas administratif, tapi inti dari keadilan hukum. Hukum harus menjadi pelindung, bukan alat penindas. Karena itu, setiap aparat harus sadar bahwa kewenangan tanpa akuntabilitas adalah penyalahgunaan kekuasaan.
Sumber Resmi
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Perkap No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Kejahatan Berbasis HAM
Diskusi