Fenomena “Case Brokering” di Kepolisian — Celah Gelap dalam Proses Penegakan Hukum
Case brokering adalah praktik ilegal berupa “percaloan perkara” di mana oknum aparat, pengacara, atau pihak ketiga menjadi perantara untuk mengurus kasus agar dihentikan, diperlambat, atau diarahkan sesuai kepentingan tertentu.
Praktik ini termasuk bentuk penyalahgunaan wewenang dan menciderai prinsip due process of law.
Landasan Hukum yang Melarang Case Brokering
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
- Pasal 13: fungsi Polri adalah melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegakkan hukum.
- Pasal 14: setiap anggota wajib bertindak profesional dan bebas dari KKN.
KUHP — Pasal Korupsi & Suap
Case brokering dapat masuk dalam:
- Pasal 5, 11, 12 UU Tipikor → suap kepada pejabat negara.
- Pasal 423 KUHP → pemerasan oleh pejabat.
- Pasal 421 KUHP → penyalahgunaan wewenang oleh aparat.
Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2022
Mengatur Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Case brokering termasuk:
- Pelanggaran integritas
- Pelanggaran etika jabatan
- Perbuatan tercela
Sanksi:
Etik: mutasi demosi, penundaan kenaikan pangkat, hingga PTDH (pemberhentian tidak hormat).
Pidana: suap, gratifikasi, atau pemerasan.
Bagaimana Case Brokering Terjadi?
1. Percaloan oleh Oknum Internal
“Kasus ini bisa dibantu berhenti asal… ada uang administrasinya.”
→ Biasanya mengatasnamakan atasan, padahal tanpa sepengetahuan institusi.
2. Pengacara atau ‘Makelar Kasus’
Menawarkan “jalur cepat”, memfasilitasi pertemuan, atau mengklaim “punya koneksi”.
3. Tekanan dari pihak berkepentingan
Pelapor/terlapor dipaksa membayar agar kasus tidak diproses.
4. Manipulasi proses administrasi penyidikan
Menahan berkas, tidak menerbitkan SP2HP, atau memperlambat gelar perkara.
Dampak Nyata pada Masyarakat
- Menghancurkan kepercayaan pada institusi hukum
- Merugikan korban karena kasusnya mandek
- Membuat pelaku kejahatan “membeli keadilan”
- Mendorong masyarakat ke arah vigilantisme (main hakim sendiri)
- Membuka peluang korupsi sistemik dalam penegakan hukum
Contoh Kasus Aktual (Umum, Tidak Menyebut Nama)
Beberapa tahun terakhir, banyak kasus viral di mana keluarga pelapor mengeluhkan:
- Laporan mereka tidak diproses berbulan-bulan
- Dimintai “uang jalur cepat” oleh perantara
- Proses penyidikan berhenti setelah adanya “pertemuan internal”
Sudah ada beberapa oknum polisi yang diberhentikan tidak hormat setelah ketahuan meminta sejumlah uang untuk mengatur SP3 atau pengurangan pasal.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa case brokering bukan isu baru, tetapi semakin terlihat karena masyarakat lebih berani melapor.
Bagaimana Masyarakat Melindungi Diri dari Case Brokering?
✔ Minta SP2HP secara resmi
Karena polisi wajib menerbitkannya setiap perkembangan perkara.
✔ Tolak pembayaran ke pihak yang mengaku bisa “mengamankan kasus”
Tidak ada “biaya jalur cepat” dalam proses hukum.
✔ Gunakan jalur pengaduan resmi:
Propam Polri
Divisi Humas Polri
Itwasum
Command Center Polda/Polres
✔ Dokumentasikan percakapan
Jika ada oknum yang menawarkan “broker kasus”, simpan bukti.
✔ Didampingi advokat yang bersertifikasi
Bukan calo, bukan makelar perkara.
Sumber :
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri
Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri
Diskusi