Hukum dan Etika Penggunaan Data Biometrik di Indonesia
Apa Itu Data Biometrik?
Data biometrik adalah data pribadi yang terkait dengan karakteristik fisik atau perilaku seseorang, seperti sidik jari, wajah, retina mata, suara, atau pola berjalan. Sekarang, data ini banyak dipakai di berbagai sektor, antara lain:
- Perbankan (verifikasi nasabah melalui sidik jari atau wajah)
- Bandara dan imigrasi (pengenalan wajah di e-gate)
- Perusahaan dan sekolah (absensi sidik jari atau face recognition)
- Ponsel dan aplikasi (autentikasi wajah untuk membuka perangkat)
Namun, semakin luas digunakan, semakin besar juga risiko penyalahgunaan data biometrik — terutama kalau datanya bocor atau disalahgunakan tanpa izin.
Perlindungan terhadap data biometrik pun juga diatur secara tegas dalam :
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)
- Pasal 4 ayat (2) huruf b UU PDP menyebut bahwa “Data pribadi yang bersifat spesifik mencakup data kesehatan, data biometrik, data genetik...”
Artinya, data biometrik termasuk kategori data sensitif, yang harus mendapatkan persetujuan eksplisit dari pemilik data sebelum dikumpulkan, disimpan, atau diproses.
Meski begitu, tetap terdapat beberapa masalah yang sering muncul dalam penggunaan data biometrik, misal :
1. Pengambilan data tanpa persetujuan jelas (misalnya kamera pengawas yang menyimpan wajah pengguna tanpa pemberitahuan).
2. Penyimpanan data yang tidak aman, sehingga mudah diretas.
3. Penggunaan data untuk tujuan lain selain yang disetujui (misalnya data absensi dipakai untuk analisis perilaku tanpa izin).
Dari sisi etika, penggunaan data biometrik seharusnya berlandaskan prinsip seperti :
- Transparansi, pemilik data harus tahu data apa yang dikumpulkan.
- Keadilan, tidak boleh digunakan untuk diskriminasi atau profiling.
- Keamanan, wajib ada sistem perlindungan yang kuat terhadap kebocoran data.
UU PDP memberikan sanksi berat bagi pelanggaran:
- Pidana penjara hingga 6 tahun
- Denda hingga Rp6 miliar
tergantung pada tingkat pelanggarannya (Pasal 67–70 UU PDP).
Selain itu, instansi atau perusahaan juga bisa dikenai sanksi administratif, seperti:
- Teguran tertulis
- Penghentian sementara kegiatan pemrosesan data
- Penghapusan data pribadi
- Denda administratif
Data biometrik bukan sekadar teknologi keamanan, tapi juga aset pribadi yang sangat sensitif. Tanpa regulasi dan pengawasan yang ketat, penyalahgunaan bisa berujung pada pelanggaran privasi dan tindak pidana data pribadi. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk tahu hak-hak hukum atas data biometrik, dan bagi lembaga untuk menerapkan prinsip keamanan, etika, dan transparansi.
Sumber Hukum Resmi:
Diskusi