Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Independensi KPK dan Penegakan Hukum Korupsi di Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk sebagai lembaga independen untuk menegakkan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Namun, serangkaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan perdebatan panjang mengenai sejauh mana independensi KPK masih terjaga.
Putusan-putusan ini tidak hanya berdampak pada struktur kelembagaan, tetapi juga pada kewenangan dan persepsi publik terhadap efektivitas pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Latar Belakang Hukum
KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang kemudian diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2019. Salah satu poin penting dalam revisi tersebut adalah menjadikan KPK sebagai lembaga eksekutif di bawah Presiden, dengan Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan signifikan. Beberapa pasal revisi ini sempat diuji ke MK karena dianggap melemahkan independensi KPK, antara lain terkait penyadapan, status ASN bagi pegawai KPK, serta pembentukan Dewan Pengawas.
Putusan MK yang Relevan
1. Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019
MK menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun eksekutif. Hal ini dinilai menggeser posisi KPK dari semula lembaga independen menjadi bagian dari pemerintah.
2. Putusan MK Nomor 34/PUU-XIX/2021
Menolak permohonan uji materi terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Putusan ini menimbulkan polemik karena dianggap memperkuat intervensi birokrasi terhadap lembaga antirasuah tersebut.
3. Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022
Menguatkan ketentuan yang memberi Dewan Pengawas KPK wewenang menyetujui tindakan penyadapan. Langkah ini dinilai menghambat efektivitas penindakan kasus korupsi.
Implikasi Terhadap Independensi KPK
Secara kelembagaan, KPK kini lebih dekat ke struktur pemerintahan eksekutif, sehingga potensi konflik kepentingan meningkat. Secara fungsional, kewenangan penyadapan dan penuntutan harus melalui prosedur Dewan Pengawas, memperlambat langkah investigatif. Secara publik, kepercayaan terhadap netralitas dan ketegasan KPK menurun, terlihat dari turunnya Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dalam laporan Transparency International 2024.
Analisis Yuridis
Meskipun MK beralasan bahwa perubahan tersebut bertujuan memperkuat akuntabilitas, secara substansi hukum tata negara, pengaturan yang terlalu birokratis berpotensi menggerus prinsip independensi lembaga penegak hukum.
Padahal, independensi adalah roh utama dari checks and balances dalam sistem ketatanegaraan modern.
Serangkaian putusan MK menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam pemberantasan korupsi — dari lembaga independen menjadi lembaga administratif.
Tantangan ke depan adalah menemukan titik keseimbangan antara akuntabilitas dan independensi agar KPK tetap kuat, transparan, dan tidak menjadi alat kekuasaan.
Sumber Resmi
Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019
Putusan MK No. 34/PUU-XIX/2021
Putusan MK No. 112/PUU-XX/2022
Diskusi