Keadilan Restoratif dalam Kasus Kekerasan Rumah Tangga (KDRT): Antara Pemulihan dan Perlindungan

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan, setiap tahun ribuan kasus dilaporkan — mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi. Namun, tidak semua korban menginginkan pelaku (yang sering kali adalah pasangan sendiri) dipenjara. Di sinilah muncul pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara.
Apa Itu Keadilan Restoratif?
Keadilan restoratif adalah pendekatan hukum yang berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan semata-mata pada penghukuman.
Dalam konteks KDRT, pendekatan ini menekankan:
- Pemulihan kondisi fisik dan psikologis korban,
- Pertanggungjawaban pelaku secara moral dan sosial,
- Pemulihan keseimbangan dalam keluarga, bila memungkinkan.
Namun, penerapan keadilan restoratif tidak berarti menghapus hukuman, melainkan mencari solusi yang adil bagi semua pihak tanpa mengabaikan keselamatan korban.
Dasar Hukum yang Berlaku
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pasal 44 hingga 49 mengatur jenis-jenis kekerasan dan sanksinya. Namun, Pasal 5 dan 26 menekankan pentingnya pemulihan dan perlindungan korban.
2. Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, memberikan landasan bagi aparat penegak hukum (Polri) untuk menerapkan RJ dengan syarat:
- Ada kesepakatan damai antara pelaku dan korban,
- Tindak pidana tidak menimbulkan korban jiwa,
- Korban menyetujui proses RJ tanpa tekanan.
Contoh kasusnya nih, ada seorang istri melaporkan suaminya karena kekerasan verbal dan fisik ringan. Setelah mediasi dengan pendamping hukum dan aparat kepolisian, suami mengakui kesalahannya, meminta maaf, serta berkomitmen menjalani konseling rumah tangga.
Atas kesepakatan korban dan dengan pertimbangan sosial, penyidik menghentikan perkara berdasarkan pendekatan restorative justice, dengan syarat suami mengikuti pembinaan dan tidak mengulangi perbuatannya.
Manfaat dan Tantangan
Manfaat:
- Memberi ruang pemulihan emosional bagi korban,
- Menumbuhkan tanggung jawab sosial bagi pelaku,
- Mengurangi beban perkara di pengadilan.
Tantangan:
- Risiko korban ditekan untuk berdamai,
- Masih minimnya pendamping profesional,
- Perlu pengawasan agar tidak disalahgunakan oleh pelaku.
Kesimpulannya, keadilan restoratif dalam kasus KDRT bisa menjadi jalan tengah — asalkan fokusnya tetap pada keselamatan dan pemulihan korban, bukan sekadar perdamaian formal.
Negara wajib memastikan bahwa proses RJ tidak mengorbankan hak-hak korban dan dilakukan secara transparan serta manusiawi.
Sumber Resmi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021
Diskusi