Kriminalisasi dalam RUU KUHP Baru
Kriminalisasi dalam RUU KUHP Baru: Antara Reformasi Hukum dan Ancaman terhadap Kebebasan Sipil
Setelah puluhan tahun menggunakan KUHP peninggalan Belanda, Indonesia akhirnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru). Langkah ini disebut sebagai reformasi besar hukum pidana nasional — tapi juga memunculkan kekhawatiran besar terkait potensi kriminalisasi dan pembatasan kebebasan sipil. Banyak kalangan menilai, beberapa pasal di KUHP baru justru bisa menjerat warga negara biasa, jurnalis, bahkan aktivis karena sifatnya yang multitafsir dan tidak proporsional.
Beberapa Pasal yang Dianggap Kontroversial
1. Pasal 218–220 KUHP Baru
→ Mengatur penyerangan kehormatan atau harkat martabat presiden dan wakil presiden.
Kritiknya, pasal ini dikhawatirkan membungkam kebebasan berpendapat, padahal konstitusi menjamin hak untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka.
2. Pasal 240 dan 241 KUHP Baru
→ Mengatur soal penyiaran berita bohong atau menyesatkan yang bisa menimbulkan keonaran.
Masalahnya, tafsir “keonaran” sangat luas, sehingga bisa digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis atau masyarakat yang menyuarakan kritik di media sosial.
3. Pasal 256 KUHP Baru
→ Mengatur tentang penyelenggaraan unjuk rasa tanpa izin.
Padahal hak berkumpul dan menyampaikan pendapat dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E ayat (3).
Artinya, pasal ini bisa menimbulkan benturan antara hak konstitusional dan hukum pidana.
Antara Reformasi dan Risiko
Pemerintah beralasan bahwa KUHP baru ini membawa nilai-nilai keindonesiaan dan moral Pancasila, bukan lagi warisan kolonial. Namun, di sisi lain, organisasi masyarakat sipil, akademisi hukum, dan jurnalis menilai sebagian pasal justru bisa:
- Membatasi ruang kritik terhadap pemerintah,
- Memperluas definisi kejahatan tanpa batas yang jelas, dan
- Menurunkan standar kebebasan demokratis.
Dalam pandangan hukum pidana modern, hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan, melainkan pelindung hak warga negara.
Analisis Hukum
Pasal-pasal kontroversial ini menimbulkan perdebatan antara dua prinsip besar:
- Kepastian hukum, yang dijaga melalui norma pidana baru, dan
- Kebebasan sipil, yang dijamin oleh Konstitusi dan Deklarasi Universal HAM.
Di sinilah dilema muncul, apakah Indonesia sedang memperkuat sistem hukumnya, atau justru melangkah mundur dalam demokrasi?
Sumber Resmi:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru)
Diskusi