Pemalsuan Dokumen Medis Untuk Klaim Asuransi: Tanggung Jawab Dokter dan Pasien

Pemalsuan dokumen medis untuk mendapatkan klaim asuransi bukan sekadar “kecurangan kecil”, tapi pidana serius yang bisa menjerat dua pihak sekaligus: pasien dan tenaga medis. Fenomena ini makin sering terjadi karena meningkatnya jumlah klaim kesehatan, sementara beberapa orang mencari “jalan pintas” dengan memanipulasi data medis.


Apa yang Dimaksud Pemalsuan Dokumen Medis?

Termasuk di dalamnya:

- Membuat surat keterangan sakit palsu

- Mengubah hasil pemeriksaan laboratorium

- Menerbitkan diagnosis fiktif

- Dokter menerbitkan surat medis tanpa pemeriksaan

- Pasien mengubah isi surat dokter untuk klaim asuransi

Ini termasuk pemalsuan dokumen dan dapat dikenakan hukum pidana.


DASAR HUKUM & SANKSI PIDANA

1. KUHP Pasal 263 – Pemalsuan Surat

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak atau perikatan... maka diancam pidana penjara maksimal 6 tahun.”

➡ Berlaku untuk pasien maupun dokter yang membuat dokumen palsu, sengaja mengubah isi surat, atau mengetahui tetapi tetap menggunakan surat palsu.

2. KUHP Pasal 268 – Surat Keterangan Dokter

Jika surat palsu itu berupa surat keterangan dokter, sanksinya lebih khusus:

Pidana penjara sampai 4 tahun bagi dokter yang memberikan keterangan palsu atau pasien yang menyuruh dokter memberikan keterangan palsu

3. UU Praktik Kedokteran (UU No. 29/2004)

Pasal 51 & 79 mengatur bahwa dokter wajib bekerja berdasarkan standar profesi. Jika melanggar dengan menerbitkan surat palsu:

➡ Pidana penjara sampai 3 tahun

➡ Denda sampai Rp 100 juta

➡ Sanksi administratif dari MKDKI (peringatan → pembekuan SIP → pencabutan izin)

4. UU Perasuransian (UU 40/2014)

Pemegang polis yang memberikan data palsu dianggap melakukan insurance fraud, dengan konsekuensi:

➡ Klaim ditolak

➡ Polis dihentikan

➡ Gugatan perdata

➡ Pelaporan pidana pemalsuan


Tanggung Jawab Dokter

Dokter dapat dipidana jika menerbitkan surat tanpa pemeriksaan, memberikan diagnosis tidak sesuai fakta, menerima “titipan diagnosis” dari pasien, bekerja sama melakukan fraud.

Bentuk sanksinya:

- Pidana (KUHP & UU Praktik Kedokteran)

- Etik profesi (IDI)

- Administratif (SIP dicabut)


Tanggung Jawab Pasien

Pasien dapat dipidana jika mengedit surat dokter, memberikan informasi palsu kepada dokter, bekerja sama memalsukan dokumen.

Pasal yang dikenakan: 263 KUHP (6 tahun penjara) dan/atau 268 KUHP (4 tahun).


CONTOH KASUS NYATA (Terjadi di Indonesia)

1. Kasus “Surat Sakit Palsu untuk Klaim Asuransi” (Jakarta, 2023)

Seorang karyawan memalsukan surat keterangan rawat inap untuk mengklaim asuransi perusahaan. Setelah verifikasi rumah sakit, kasus dilaporkan.

➡ Terlapor dijerat Pasal 263 KUHP, terancam 6 tahun penjara.

➡ Dokter yang dicatut namanya ikut diperiksa, meski akhirnya terbukti tidak terlibat.

2. Kasus Dokter di Makassar (2022)

Seorang dokter menerbitkan surat keterangan sakit palsu untuk beberapa pasien dengan tarif tertentu.

➡ Dokter dipidana berdasarkan Pasal 268 KUHP,

➡ SIP dibekukan 3 bulan oleh MKDKI.


Kasus-kasus ini memperlihatkan betapa seriusnya fraud medis dan tingginya risiko hukumnya.


KENAPA INI BERBAHAYA?

- Merugikan perusahaan asuransi → premi makin mahal

- Membuat data medis tidak akurat → membahayakan pasien

- Mengurangi kepercayaan terhadap tenaga kesehatan

- Mendorong meningkatnya fraud lain (moral hazard)


Jadi kesimpulannya, pemalsuan dokumen medis, sekecil apa pun, adalah tindak pidana yang dapat menjerat dokter dan pasien. Undang-undang yang berlaku sangat tegas, terutama KUHP dan UU Praktik Kedokteran.



Sumber : BPK RI


ORDER VIA CHAT

Produk : Pemalsuan Dokumen Medis Untuk Klaim Asuransi: Tanggung Jawab Dokter dan Pasien

Harga :

https://www.indometro.org/2025/11/pemalsuan-dokumen-medis-untuk-klaim.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi