Penyalahgunaan Deepfake untuk Pornografi Non-Konsensual dan Perlindungan Hukumnya di Indonesia

Teknologi deepfake — gabungan deep learning dan fake video/image generation — awalnya dikembangkan untuk industri film dan kreatif. Tapi kini, teknologi ini juga jadi alat kejahatan digital baru.

Banyak kasus di mana wajah seseorang, terutama perempuan publik figur, disematkan ke tubuh orang lain dalam konten pornografi, tanpa izin.

Inilah yang disebut pornografi non-konsensual berbasis deepfake — bentuk kekerasan digital yang makin meresahkan masyarakat.


Kerangka Hukum di Indonesia

Meskipun Indonesia belum memiliki aturan khusus tentang deepfake, ada beberapa dasar hukum yang bisa menjerat pelakunya:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE hasil revisi)

Pasal 27 ayat (1): Melarang distribusi atau pembuatan konten yang melanggar kesusilaan.

Sanksi: Pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

Pasal 14 ayat (1): Setiap orang yang membuat atau menyebarkan konten seksual tanpa persetujuan korban dapat dipidana.

Sanksi: Penjara hingga 9 tahun dan denda Rp500 juta.

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE

Bisa diterapkan untuk pelaku yang melakukan manipulasi data digital dengan maksud mencemarkan nama baik seseorang.


Conoth kasus, pada tahun 2024, beberapa figur publik di Indonesia jadi korban penyebaran video deepfake pornografi di media sosial X (Twitter) dan Telegram. Meskipun wajahnya tampak nyata, hasil analisis digital menunjukkan bahwa video tersebut palsu.

Namun sayangnya, penegakan hukum masih lemah karena belum ada aturan teknis dan kemampuan forensik digital yang memadai di aparat penegak hukum.


Kasus ini menunjukkan bahwa kejahatan digital berbasis AI berkembang lebih cepat daripada regulasi.

Selain menjerat pelaku dengan UU TPKS dan ITE, penting juga untuk memperkuat mekanisme pengaduan korban dan kerja sama antar-platform digital untuk menurunkan konten deepfake secara cepat.

Negara juga harus memperbarui regulasi teknologi agar tidak tertinggal dari inovasi yang disalahgunakan.


Kesimpulan

Deepfake bukan sekadar masalah teknologi, tapi juga masalah martabat dan hak privasi manusia.

Perlindungan korban harus menjadi prioritas, dan setiap penyalahgunaan teknologi semacam ini wajib ditindak tegas — karena keadilan digital juga bagian dari keadilan sosial.





Sumber Resmi

UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual




ORDER VIA CHAT

Produk : Penyalahgunaan Deepfake untuk Pornografi Non-Konsensual dan Perlindungan Hukumnya di Indonesia

Harga :

https://www.indometro.org/2025/11/penyalahgunaan-deepfake-untuk.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi