Penyalahgunaan Prosedur Mediasi Penal oleh Aparat: Ketika Restorative Justice Disalahgunakan
Mediasi Penal Itu Apa Sih?
Mediasi penal adalah proses penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan melalui kesepakatan antara pelaku dan korban, biasanya difasilitasi oleh polisi atau jaksa. Ini bagian dari konsep Restorative Justice (RJ)—tujuan utamanya adalah memulihkan, bukan membalas.
Di Indonesia, mekanisme ini mulai populer karena dianggap lebih cepat, murah, dan tidak menumpuk perkara. Masalahnya, semakin populer, semakin banyak oknum aparat yang “menggunakan” RJ sebagai jalan pintas—atau malah jadi lahan tekanan dan pemerasan.
Bentuk Penyalahgunaan Mediasi Penal yang Paling Sering Terjadi
a. Mediasi dipaksa
Pelapor atau korban “dibujuk” atau dipaksa menyerahkan haknya lewat ucapan seperti:
> “Kalau dilanjut pidananya, kasihan pelaku, kamu juga bakal capek bolak-balik.”
“Udah damai aja, ini masalah kecil.”
Padahal korban berhak melanjutkan ke proses pidana.
b. Mediasi dijadikan alasan meminta uang tambahan
Ini yang paling umum:
👉 “Kalau mau cepat selesai, kamu bantu uang kopi untuk proses mediasi ya…”
👉 Pelaku diminta bayar sejumlah uang “untuk damai”, tapi sebagian masuk ke oknum, bukan korban.
Ini jelas penyimpangan.
c. Perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat RJ… dipaksakan masuk RJ
Contoh yang tidak boleh mediasi penal menurut Perpol No. 8/2021:
❌ Kekerasan seksual
❌ TPPO
❌ KDRT berat
❌ Penganiayaan berat
❌ Kasus narkotika
❌ Kasus yang mengakibatkan luka berat/kematian
Tapi praktik di lapangan, ada aja oknum yang nekat tetap memediasi demi “uang damai”.
d. Mediasi jadi alat menekan korban agar cabut laporan
Ini biasanya terjadi kalau:
• Pelaku orang berpengaruh
• Ada tekanan eksternal
• Ada indikasi konflik kepentingan
• Ada kepentingan aparat tertentu
Padahal pencabutan laporan itu harus murni pilihan korban.
Dampak Buruk Jika Mediasi Penal Disalahgunakan
- Korban kehilangan hak mendapatkan keadilan
- Pelaku merasa aman, jadi tidak jera
- Masyarakat makin tidak percaya aparat
- Banyak kasus besar jadi “lenyap” sebelum masuk pengadilan
- Potensi korupsi/pemerasan meningkat
Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi masalah integritas.
Contoh Kasus Nyata Terbaru (2024–2025)
Beberapa kasus yang sempat viral:
- Kasus penganiayaan remaja di Jawa Timur yang “dipaksa damai”, padahal korban luka serius
- Kasus pencurian motor yang disarankan damai dengan “ganti rugi”, tetapi keluarga korban menolak
- Kasus KDRT ringan yang coba dimediasi oleh penyidik meskipun UUPKDRT tidak termasuk kasus yang boleh dimediasi
Polanya sama: korban ditekan untuk damai, pelaku diberi “kemudahan”.
Sumber
Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020
KUHAP Pasal 109 ayat (2) soal penghentian penyidikan
Diskusi