Penyalahgunaan Surat Kuasa: Antara Kepercayaan dan Tanggung Jawab Hukum

Apa Itu Surat Kuasa?

Surat kuasa adalah perjanjian pemberian wewenang dari seseorang (pemberi kuasa) kepada pihak lain (penerima kuasa) untuk melakukan tindakan hukum tertentu atas nama pemberi kuasa.

Dasarnya diatur dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi:

> “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Artinya, surat kuasa adalah bentuk kepercayaan hukum, dan karena itu harus digunakan dengan itikad baik.


Bentuk Penyalahgunaan yang Sering Terjadi

Dalam praktiknya, penyalahgunaan surat kuasa sering muncul dalam berbagai konteks, seperti:

1. Kuasa jual tanpa batas waktu → penerima kuasa menjual aset setelah pemberi kuasa meninggal atau tanpa izin tambahan.

2. Kuasa perbankan → digunakan untuk menarik dana di luar kesepakatan.

3. Kuasa hukum → dipakai untuk melakukan tindakan yang tidak diotorisasi klien.

4. Kuasa perusahaan → digunakan untuk menandatangani kontrak fiktif atau mengalihkan aset tanpa izin direksi.

Semua itu bisa berujung pada sengketa hukum — baik perdata maupun pidana.


Landasan dan Akibat Hukumnya

Menurut Pasal 1813 KUHPer, surat kuasa berakhir bila:

- Ditarik kembali oleh pemberi kuasa,

- Ditolak oleh penerima kuasa,

- Salah satu pihak meninggal dunia, atau

- Pekerjaan yang diberikan sudah selesai.

Kalau penerima kuasa menyalahgunakan kewenangan sebelum atau sesudah masa berlakunya berakhir, maka ia dapat dikenai:

- Tuntutan perdata (Pasal 1365 KUHPer): perbuatan melawan hukum, wajib ganti rugi.

- Tuntutan pidana bila ada unsur penipuan atau penggelapan (Pasal 378 dan 372 KUHP).

Jadi, penyalahgunaan surat kuasa bisa berdampak ganda — bukan cuma kehilangan kepercayaan, tapi juga bisa berakhir di meja hijau.


Contoh Kasus Nyata

Misalnya, seorang pengusaha memberi kuasa kepada stafnya untuk menjual kendaraan perusahaan. Tapi si staf justru menjual dengan harga jauh di bawah pasar dan menyimpan uangnya sendiri. Dalam kasus seperti ini, staf tersebut bisa dituntut perdata karena melanggar perjanjian, dan pidana karena penggelapan (Pasal 372 KUHP).


Tips Aman dalam Pemberian Kuasa

1. Gunakan surat kuasa tertulis dan terbatas (jelaskan tujuan dan masa berlakunya).

2. Gunakan akta notaris untuk transaksi bernilai besar.

3. Simpan bukti komunikasi dan laporan pelaksanaan kuasa.

4. Segera cabut kuasa secara resmi bila urusan telah selesai.


Dasar Hukum:

- KUHPer Pasal 1792–1819 tentang Pemberian Kuasa

- KUHP Pasal 372 dan 378 tentang Penggelapan dan Penipuan

- Putusan Mahkamah Agung No. 2637 K/Pdt/2018 (contoh penyalahgunaan kuasa jual tanah)


Jadi dapat kita simpulkan bahwa surat kuasa memang berlandaskan kepercayaan, tapi dalam hukum, kepercayaan tanpa batas bisa berbahaya. Setiap pemberian kuasa harus punya batasan, tanggung jawab, dan mekanisme pengawasan agar tidak disalahgunakan dan menimbulkan kerugian hukum.




Sumber : 

BPK RI

Putusan Mahkamah Agung

ORDER VIA CHAT

Produk : Penyalahgunaan Surat Kuasa: Antara Kepercayaan dan Tanggung Jawab Hukum

Harga :

https://www.indometro.org/2025/11/penyalahgunaan-surat-kuasa-antara.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi