Penyalahgunaan UU ITE untuk Membungkam Kritik Publik: Ketika Hukum Dipakai Buat Bungkam Suara Warga
UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) awalnya dibuat untuk mengatur kegiatan digital—transaksi elektronik, keamanan data, sampai perlindungan konsumen. Tapi dalam perjalanannya, pasal-pasal tertentu dalam UU ini kerap dipakai buat membungkam kritik, terutama pasal pencemaran nama baik dan/atau ujaran kebencian.
Banyak kasus yang sebenernya cuma kritik, curhatan, atau aduan warga malah berubah jadi laporan polisi. Iya, gara-gara UU ITE ini, “salah ngomong dikit” bisa dibawa ke ranah pidana.
Kenapa UU ITE Menjadi Alat Mengunci Kebebasan Berekspresi?
a. Pasal Karet yang Fleksibel… Tapi Bikin Ngeri
Yang sering jadi masalah adalah:
Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016
👉 Pencemaran nama baik: “setiap orang dengan sengaja mendistribusikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang menyerang kehormatan seseorang.”
Masalahnya:
– Nggak ada definisi jelas soal “kehormatan” dan “nama baik”.
– “Seseorang” termasuk subjek privat, bukan lembaga negara — akibatnya kritik terhadap pejabat sering dianggap menyerang pribadi.
b. Pejabat Bawa Perkara Pribadi ke Ranah Pidana
Banyak pejabat (atau orang berpengaruh) memakai UU ITE buat “balas dendam” terhadap kritik. Keluhan tentang pelayanan publik, kasus pungli, komentar soal kebijakan, bahkan review buruk di media sosial pernah dipidana.
Ini yang bikin publik takut bersuara, “Salah komen dikit, bisa dilapor.”
c. Ketimpangan Kekuasaan
Pelapor biasanya pihak yang punya power & resources. Terlapor biasanya warga biasa, jurnalis, aktivis, atau konsumen. Secara struktur, UU ITE cenderung menguntungkan yang kuat.
Contoh Kasus Nyata yang Bikin Publik Gerah
1. Kasus Baiq Nuril
Seorang guru yang menyimpan rekaman pelecehan dari atasannya malah dijerat UU ITE. Padahal ia korban. Baru bebas setelah Amnesti Presiden 2019.
2. Kritik Warga Soal Jalan Rusak
Beberapa warga di berbagai daerah pernah dilaporkan pejabat karena mengunggah keluhan tentang jalan rusak. Padahal itu kritik pelayanan publik.
3. Kasus Konsumen Mengeluh Pelayanan
Banyak laporan ITE bermula dari review negatif di medsos. Hal yang seharusnya jadi hak konsumen.
Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Pasal Karet
Pemerintah sudah bikin beberapa upaya:
a. SKB 3 Menteri (2021) soal Pedoman Interpretasi Pasal ITE
Diatur bahwa:
– Kritik terhadap pemerintah tidak dapat dipidana.
– Ungkapan kebencian harus ditujukan ke kelompok spesifik, bukan kritik kebijakan.
– Harus ada delik aduan absolut untuk pencemaran nama baik.
Tapi… SKB ini bukan revisi UU. Polisi nggak selalu patuh, pejabat nggak selalu peduli.
b. Rencana Revisi UU ITE Tahap Kedua (2023–2024)
Pemerintah sempat mendorong revisi pasal karet. Tapi realisasinya lambat dan belum menyentuh akar masalah, delik pencemaran nama baik harusnya bukan ranah pidana.
Analisis Hukum: Kritik Bukan Tindak Pidana
Pasal 28F UUD 1945
- Warga berhak menyampaikan pendapat & memperoleh informasi.
- UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Pasal 23 & 25 menjamin kebebasan berpendapat.
- ICCPR (Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik)
- Indonesia sudah meratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005.
➡ Kebebasan berekspresi hanya boleh dibatasi untuk alasan yang sangat ketat.
Jadi, kalau kritik publik justru dipidanakan? Itu bertentangan sama konstitusi & perjanjian internasional yang Indonesia sepakati.
Rekomendasi: Supaya UU ITE Nggak Terus Jadi Momok
✔ Revisi menyeluruh pasal-pasal karet
Bukan sekadar pedoman interpretasi.
✔ Masukkan pasal yang secara eksplisit:
“Kritik terhadap kebijakan publik tidak dapat dipidana.”
✔ Perkuat edukasi aparat soal delik aduan & proporsionalitas.
✔ Pindahkan pencemaran nama baik ke ranah perdata aja.
✔ Dorong budaya anti-baper di pejabat publik. (Serius.)
UU ITE bisa jadi alat penting dalam dunia digital, tapi selama pasal karetnya dipakai buat membungkam kritik, hukum akan selalu berpihak pada yang kuat.
Masyarakat butuh jaminan:
“Kritik bukan kejahatan.”
Dan negara wajib memastikan hal itu terlaksana.
Sumber
UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR
SKB Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung 2021 tentang Pedoman Interpretasi Pasal ITE
Putusan MA & kasus-kasus relevan (Baiq Nuril – Amnesti Presiden, 2019)
Diskusi