Penyimpangan dalam Adopsi Anak: Celah Hukum dan Tanggung Jawab Pidana

Adopsi anak seharusnya menjadi langkah mulia untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi anak yang kehilangan orang tua atau tidak mampu diasuh. Namun, dalam praktiknya, proses adopsi di Indonesia masih kerap disalahgunakan. Banyak kasus adopsi ilegal yang ternyata menyembunyikan praktik perdagangan anak, eksploitasi, bahkan pemalsuan dokumen.

Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: sejauh mana hukum melindungi anak dari penyimpangan proses adopsi?


Landasan Hukum

Beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum adopsi di Indonesia antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002).

2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

3. Peraturan Menteri Sosial No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

4. Pasal 76F dan 83 UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap orang yang memperjualbelikan atau memperdagangkan anak diancam pidana maksimal 15 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.


Bentuk Penyimpangan yang Umum Terjadi

1. Adopsi tanpa izin pengadilan, dilakukan hanya berdasarkan perjanjian lisan atau surat tidak resmi.

2. Pemalsuan dokumen, misalnya akta kelahiran atau surat persetujuan orang tua.

3. Adopsi bermotif ekonomi, di mana anak dijadikan alat eksploitasi (pekerja rumah tangga, pengemis, atau komersial).

4. Perantara ilegal, individu atau lembaga yang mengambil keuntungan dari proses adopsi tanpa izin Kementerian Sosial.


Tanggung Jawab Pidana

Pelaku penyimpangan adopsi dapat dijerat dengan beberapa pasal pidana:

- Pasal 83 UU Perlindungan Anak → perdagangan anak, pidana 3–15 tahun.

- Pasal 263 KUHP → pemalsuan dokumen resmi, pidana hingga 6 tahun.

- Pasal 378 KUHP → penipuan, pidana hingga 4 tahun.

Selain itu, pejabat atau lembaga sosial yang terbukti lalai dapat dikenakan sanksi administratif, pencabutan izin, hingga pidana turut serta.


Contoh kasus, pada tahun 2023, Polda Metro Jaya membongkar sindikat adopsi ilegal yang menggunakan media sosial untuk memperjualbelikan bayi. Para pelaku menawarkan bayi dengan biaya “donasi” hingga Rp30 juta. Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan proses adopsi dan pentingnya peran pemerintah dalam verifikasi dokumen serta edukasi masyarakat.


Jadi kesimpulannya adalah penyimpangan dalam adopsi anak bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat untuk memastikan setiap proses adopsi berjalan sesuai hukum — agar hak anak benar-benar terlindungi, bukan dikomersialisasi.





Sumber Resmi:

UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Kemendikbud)

PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (BPK RI)



ORDER VIA CHAT

Produk : Penyimpangan dalam Adopsi Anak: Celah Hukum dan Tanggung Jawab Pidana

Harga :

https://www.indometro.org/2025/11/penyimpangan-dalam-adopsi-anak-celah.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi