Perlindungan Hukum bagi Whistleblower di Indonesia

Apa Itu Whistleblower?
“Whistleblower” adalah seseorang yang melaporkan pelanggaran, tindak pidana, atau penyimpangan yang terjadi di tempatnya bekerja atau di lingkungan yang ia ketahui. Biasanya, mereka melaporkan kasus seperti:
- Korupsi, suap, atau gratifikasi,
- Manipulasi laporan keuangan,
- Pelanggaran etik atau penyalahgunaan jabatan,
- Kebocoran data atau pelanggaran regulasi internal.
Peran whistleblower sangat penting karena sering menjadi sumber awal pengungkapan kasus besar, tapi di sisi lain — mereka sering menghadapi ancaman, tekanan, bahkan pemecatan.
Landasan Hukum Perlindungan Whistleblower
Indonesia sudah memiliki beberapa regulasi yang memberi perlindungan hukum bagi pelapor tindak pidana, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
Pasal 10A:
> “Saksi pelapor (whistleblower) tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas laporan atau kesaksiannya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik.”
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000
tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi — memberikan hak kepada masyarakat untuk berpartisipasi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dan menjamin kerahasiaan identitas pelapor.
3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011
mengatur perlakuan khusus bagi justice collaborator dan whistleblower, termasuk pemberian perlindungan dan pertimbangan keringanan hukuman bila pelapor juga terlibat.
4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
berwenang memberikan perlindungan fisik, hukum, dan psikologis bagi whistleblower sesuai permintaan atau rekomendasi penegak hukum.
Contohnya nih, kasus korupsi besar seperti e-KTP atau suap pajak banyak terungkap karena keberanian whistleblower dari dalam institusi.
Misalnya, seorang pegawai internal yang melapor adanya transaksi janggal atau penyalahgunaan dana operasional.
Setelah laporannya diterima oleh KPK, pelapor mendapat perlindungan dari LPSK agar tidak diintimidasi atau diberhentikan dari pekerjaannya.
Tantangan dalam Praktik
Meskipun sudah ada dasar hukum, banyak whistleblower masih merasa tidak aman karena:
- Belum ada UU khusus yang secara komprehensif melindungi pelapor,
- Adanya potensi balasan dari atasan atau rekan kerja,
- Kurangnya sosialisasi tentang mekanisme pelaporan yang benar.
Padahal, peran mereka vital dalam membangun budaya transparansi dan akuntabilitas publik.
Adapun langkah aman bagi Whistleblower adalah sebagai berikut :
1. Laporkan melalui jalur resmi seperti KPK, Ombudsman, atau Inspektorat internal.
2. Simpan bukti-bukti pendukung dengan aman.
3. Ajukan perlindungan ke LPSK bila merasa terancam.
4. Hindari menyebarkan informasi secara publik sebelum ada perlindungan hukum.
Jadi bisa dikatakan bahwa Whistleblower adalah pahlawan transparansi yang perlu dilindungi, bukan ditakuti.
Negara dan lembaga harus menjamin mereka bebas dari ancaman dan tekanan, agar budaya speak up for justice bisa benar-benar tumbuh di Indonesia. 🇮🇩
📚 Sumber Resmi
UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Diskusi