POLEMIK RUU PENYADAPAN: NEGARA MELINDUNGI ATAU MENGAWASI WARGA?
Penyadapan selalu jadi topik panas. Tapi sejak RUU Penyadapan mulai dibahas sebagai bagian dari pembaruan hukum acara pidana, publik makin resah: apakah negara sedang memperkuat penegakan hukum, atau sedang membuka pintu ke pengawasan massal?
Di tengah dunia digital yang makin rapet diakses, isu privasi jadi harga mati. Tapi kebutuhan penegakan hukum juga makin kompleks. Nah, di titik inilah perdebatan RUU Penyadapan memanas.
Kenapa RUU Penyadapan Jadi Polemik?
1. Kekhawatiran Penyalahgunaan Wewenang
RUU dituding bisa jadi pintu masuk over-surveillance, alias negara bisa melihat obrolan warga tanpa alasan jelas.
Karena itu, masyarakat nuntut batasan yang super ketat, mekanisme izin yang jelas dan pengawasan yang independen.
2. Status “Izin Hakim” Masih Dipertanyakan
Rumusan RUU mengatur bahwa penyadapan wajib izin hakim — tapi mekanisme detailnya sering dianggap “abu-abu” dan rawan dimanipulasi.
Pertanyaannya:
> Hakimnya independen? Atau hakim khusus yang bisa ditelepon pejabat tertentu?
Ini yang bikin publik makin curiga.
3. Minimnya Pengawasan Eksternal
Publik minta audit berkala, laporan transparansi hingga sanksi pidana bagi aparat yang nyadap sembarangan.
Tanpa itu, penyadapan = bom waktu.
4. Risiko Kriminalisasi Warga
Jika penyadapan jadi terlalu mudah, warga bisa dicari-cari kesalahannya. Padahal prinsip hukum itu sederhana:
> “Semua pembatasan hak harus necessary, proportionate, dan legitimate.”
Kalau penyadapan dilakukan hanya karena “curiga”, itu namanya bukan penegakan hukum — tapi intimidasi.
Apa Tujuan Penyadapan? (Di Atas Kertas)
RUU ini bilang penyadapan dilakukan untuk tindak pidana berat, korupsi, terorisme, pencucian uang, kejahatan transnasional dan pelanggaran HAM berat.
Masalahnya… di dunia nyata, definisi “tindak pidana tertentu” sering melebar. Inilah yang bikin pengawasan super penting.
Perlindungan Privasi Warga: Harusnya Bagaimana?
Agar RUU Penyadapan tidak kebablasan, minimal harus punya:
1. Izin Pengadilan yang Ketat & Transparan
Permohonan penyadapan harus jelas alasan dan urgensinya, durasi penyadapan harus dibatasi (misal 30 hari) dan ada perpanjangan maksimal dengan evaluasi.
2. Pengawasan Independen
Idealnya:
Komisi khusus,
Bersifat independen,
Bisa memeriksa, menghentikan, atau memberi sanksi.
3. Sanksi Tegas bagi Aparat
Penyadapan ilegal WAAJIB dipidana. Kalau enggak, penyadapan liar bakal makin marak.
4. Mekanisme Keberatan dari Warga
Warga harus bisa menggugat penyadapan yang tidak sah.
Contoh Negara Lain
- AS: FISA Court (pengawasan ketat, tapi tetap kontroversial).
- Uni Eropa: sangat ketat dengan GDPR + proportionality test.
- Australia: butuh warrant + oversight dari pengawas independen.
Indonesia masih jauh dari standar perlindungan privasi negara demokrasi maju.
SUMBER
UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) – Perlindungan atas privasi dan keamanan.
UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK (Pasal penyadapan — mengatur model izin khusus).
UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara – Penyadapan untuk kepentingan intelijen.
Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010 – MK menegaskan penyadapan wajib ada UU khusus & izin hakim.
Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 – MK menegaskan prinsip pembatasan hak harus proporsional.
Diskusi