Polisi Minta Damai Dalam Kasus Pidana: Kapan Boleh, Kapan Salah Total?

Dalam praktik, banyak masyarakat ngalamin hal ini, “Pas lapor polisi, malah disuruh damai.” Padahal, tidak semua perkara boleh didamaikan. Ada yang secara hukum bisa restorative justice, ada juga yang harus diproses sampai tuntas.

Artikel ini ngebahas batasan hukumnya biar nggak gampang diputer—baik korban maupun polisi.


Jenis Perkara yang Boleh Didamaikan (Restorative Justice)

Restorative justice (RJ) hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, yaitu:

a. Perkara Pidana Ringan (Maks. 5 tahun)

Dasar:

- Perpol No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

- Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice.

Syarat pentingnya yaitu kerugian kecil (sering disebut < 2,5 juta dalam pedoman internal Polri — tapi bukan tertulis di undang-undang), ada kesepakatan damai antara korban & pelaku dan pelaku bukan residivis.

Contoh perkara yang bisa RJ antara lain pencurian ringan, penganiayaan ringan dan kecelakaan lalu lintas tanpa korban meninggal.


Jenis Perkara yang Tidak Boleh Didamaikan

Dalam beberapa tindak pidana, polisi tidak boleh mendorong perdamaian, karena undang-undang memerintahkan proses pidana tetap berjalan. Perkara yang wajib diproses:

a. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

Dasar: UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT

→ Delik semi absolut. Korban boleh cabut laporan, tapi polisi dilarang memaksa damai.

b. Kekerasan Seksual

Dasar: UU No. 12 Tahun 2022 (UU TPKS)

→ Tidak boleh damai sama sekali, wajib diproses.

c. Narkotika

Dasar: UU No. 35 Tahun 2009

→ Tidak bisa RJ, meski pengguna dapat rehab melalui asesmen, bukan “damai”.

d. Perdagangan Orang, Eksploitasi Anak, atau TPPO

Dasar: UU No. 21 Tahun 2007

e. Korupsi & Tindak Pidana Berat

→ Tidak bisa damai.

Jika polisi maksa damai dalam perkara-perkara ini, itu maladministrasi dan bisa dilaporkan.


Kapan Polisi Boleh Menawarkan Damai?

Polisi boleh menawarkan damai hanya jika perkara memenuhi syarat Restorative Justice., korban setuju tanpa tekanan, ada berita acara kesepakatan dan diputuskan oleh gelar perkara, bukan perorangan.

Kalau polisi “maksa damai”, korban berhak menolak dan minta proses lanjut sampai SP2HP dikeluarkan.


Ketika Damai Malah Bahaya untuk Korban

Perdamaian tidak boleh digunakan untuk menghapus barang bukti, menutup perkara berat, atau bahkan melindungi pelaku berkepentingan (keluarga, pejabat, atau orang berpengaruh).

Jika terjadi, korban bisa melapor ke:

- Propam Polri

- Ombudsman RI

- Kompolnas


“Damai” bukan solusi universal.

Restorative justice boleh dilakukan, tapi harus sesuai aturan.

Kalau polisi maksa damai dalam kasus yang nggak boleh damai, korban wajib menolak dan bisa menempuh jalur pengawasan.




Sumber 

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2021

Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020

UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT

UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS

UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang


ORDER VIA CHAT

Produk : Polisi Minta Damai Dalam Kasus Pidana: Kapan Boleh, Kapan Salah Total?

Harga :

https://www.indometro.org/2025/11/polisi-minta-damai-dalam-kasus-pidana.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi