Putusan Hakim Janggal: Antara Independensi & Dugaan Tekanan Terselubung
Apa sih “putusan janggal” itu?
Bukan berarti salah, tapi putusan yang bikin publik garuk-garuk kepala karena hukum yang dipakai terasa ngadi-ngadi, putusan beda banget dengan pola kasus serupa, pertimbangan hakim minim atau ga nyambung dan ada langkah hukum yang “lompat” atau “ilang”.
Kadang putusan kayak gini cuma karena perspektif hukum hakim beda. Tapi… ada juga yang muncul karena faktor di luar berkas.
Pola umum putusan yang dianggap janggal
Ga nyebut nama kasus tertentu ya, tapi ini pola umum yang sering muncul dalam diskusi hukum:
a) Vonis terlalu ringan / terlalu berat
Ketika dua kasus mirip, tapi hasilnya beda jauh, publik langsung ke-trigger. Misal:
- kasus korupsi A → 8 tahun
- kasus korupsi B dengan nilai kerugian lebih besar → 1,5 tahun
Udah kayak diskon dadakan.
b) Hakim ga masukin bukti tertentu ke pertimbangan
Contoh polanya:
> saksi kunci ada… tapi hilang dari pertimbangan.
Kalau sampai ada “bukti inti” yang dipinggirkan, publik otomatis curiga.
c) Putusan cepat banget
Kecepatan tuh bagus… tapi kalau terlalu kilat, orang jadi mikir, “Ini dibaca nggak sih berkasnya?”
d) Putusan justru bertentangan dengan aturan yang eksplisit
Kadang ada putusan yang kayak nge-skip aturan yang jelas banget. Itu bikin publik makin ngrasa ada “yang ga beres.”
Kenapa bisa muncul putusan janggal?
Biar jelas, ini yang sering jadi sorotan pakar hukum:
1) Tekanan politik atau kekuasaan
Ini bukan tuduhan ya beb—ini diskusi akademik. Banyak pakar bilang, tekanan bisa muncul dalam bentuk halus kayak relasi struktural, jabatan, kedekatan antar lembaga dan opini publik berlebihan.
2) Intervensi non-formal
Kejaksaan, polisi, pengacara, atau pihak lain kadang punya “hubungan kuasa”. Kalau sampai nyentuh hakim? Ya bisa memengaruhi ritme sidang.
3) Mafia peradilan
Iya beb… ini real issue yang sering diangkat KPK, PPATK, dan ICW. Ada istilah yang sering muncul: "jual beli perkara".
4) Kurangnya transparansi
Ga semua persidangan direkam dan dibuka utuh, jadi publik cuma dapat potongan.
5) Perbedaan interpretasi hukum
Yang ini positif dan normal. Kadang hakim beneran punya tafsir beda yang logis, cuma publik ga paham konteksnya.
Dasar Hukum Terkait Independensi Hakim
1. UUD 1945 Pasal 24 ayat (1)
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka. Artinya hakim harus independen.
2. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal penting:
- Pasal 3 ayat (2): Tidak ada pihak yang boleh campur tangan.
- Pasal 5 ayat (1): Hakim wajib menggali nilai hukum & keadilan.
- Pasal 50: Putusan wajib memuat alasan & dasar hukum secara lengkap.
3. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Tentang integritas, imparsialitas, dan larangan konflik kepentingan.
Kenapa bahaya kalau putusan janggal terjadi?
- Publik ga percaya sama pengadilan.
- Pelaku kejahatan bisa lolos atau korban ga dapat keadilan.
- Negara keliatan “lemah” di mata hukum.
- Sistem peradilan ketarik-tarik ke kepentingan politik.
Intinya:
sekali publik ga percaya sama hakim, runtuhlah semua.
Sumber
UUD 1945 Bab IX - Kekuasaan Kehakiman
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Mahkamah Agung & Komisi Yudisial)
Laporan Tahunan Komisi Yudisial RI tentang pengawasan hakim
Putusan MA & MK yang relevan soal prinsip independensi hakim
Diskusi