Sengketa Tanah Akibat Sertifikat Ganda: Siapa yang Benar di Mata Hukum?

Sengketa tanah merupakan salah satu masalah hukum yang paling sering terjadi di Indonesia. Salah satu bentuk yang paling rumit adalah sengketa akibat sertifikat ganda, yaitu ketika dua atau lebih pihak memiliki sertifikat atas objek tanah yang sama.
Lalu, siapa yang benar di mata hukum?
Apa Itu Sertifikat Ganda?
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat merupakan bukti kuat kepemilikan hak atas tanah. Namun, jika ditemukan lebih dari satu sertifikat atas objek yang sama, maka disebut sertifikat ganda — biasanya akibat:
- Kesalahan administrasi pertanahan,
- Tumpang tindih batas tanah, atau
- Adanya manipulasi data dan dokumen palsu.
Landasan Hukum Terkait
Beberapa aturan yang mengatur tentang sengketa tanah dan pembatalan sertifikat ganda antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
2. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
3. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan
Selain itu, putusan pengadilan juga sering menjadi dasar penting untuk menentukan siapa pemilik sah tanah tersebut.
Siapa yang Berhak?
Dalam kasus sertifikat ganda, tidak otomatis semua sertifikat dianggap sah. Pengadilan akan menilai berdasarkan:
1. Asal-usul hak tanah (riwayat kepemilikan sebelumnya),
2. Proses penerbitan sertifikat — apakah sesuai prosedur hukum,
3. Itikad baik pemegang sertifikat, dan
4. Bukti fisik dan penguasaan tanah di lapangan.
Jika terbukti ada kelalaian atau kesalahan administrasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka sertifikat bisa dibatalkan melalui putusan pengadilan atau melalui putusan Menteri ATR/BPN.
Contoh nyatanya nih, misalnya, seorang warga membeli tanah dari pemilik sebelumnya dengan sertifikat yang sah dan terdaftar di BPN. Namun, di kemudian hari muncul pihak lain dengan sertifikat berbeda atas tanah yang sama. Setelah ditelusuri, ternyata sertifikat kedua terbit karena kesalahan data batas tanah dari kantor pertanahan. Dalam kasus seperti ini, pemilik yang beritikad baik dan membeli secara sah memiliki posisi hukum yang lebih kuat, dan BPN wajib membatalkan sertifikat ganda yang tidak sah.
Lalu, jika kamu menemukan indikasi tanahmu tumpang tindih atau bersertifikat ganda, langkah yang bisa dilakukan adalah:
1. Lapor ke kantor pertanahan setempat (BPN) untuk pemeriksaan data fisik dan yuridis;
2. Ajukan keberatan atau sengketa administrasi ke BPN;
3. Jika tidak selesai, ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Negeri;
4. Simpan seluruh bukti pembayaran, surat jual beli, dan dokumen pendukung.
Sertifikat tanah memang bukti kepemilikan yang kuat, tapi bukan bukti mutlak. Ketika terjadi sertifikat ganda, pengadilan akan menilai siapa yang paling berhak berdasarkan bukti dan prosedur hukum. Kasus seperti ini menegaskan pentingnya verifikasi data tanah dan transparansi administrasi pertanahan di Indonesia agar keadilan dapat terwujud.
Sumber Resmi:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)
PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan
Diskusi