Wanprestasi: Ketika Janji dalam Perjanjian Tidak Ditepati
Dalam dunia hukum perdata, janji adalah dasar dari setiap perjanjian. Tapi, gimana kalau salah satu pihak nggak menepati janjinya?
Nah, kondisi inilah yang disebut wanprestasi — alias ingkar janji.
Apa Itu Wanprestasi?
Secara sederhana, wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak dalam perjanjian tidak menjalankan kewajiban sesuai yang disepakati.
Hal ini bisa berupa:
1. Tidak melakukan apa yang dijanjikan,
2. Melakukan tapi tidak sesuai perjanjian,
3. Melakukan tapi terlambat,
4. Melakukan sesuatu yang dilarang oleh perjanjian.
Dasar Hukum:
1. Pasal 1239 KUHPerdata
“Setiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, maka ia wajib mengganti biaya, kerugian, dan bunga yang ditimbulkan.”
2. Pasal 1243 KUHPerdata
Menyebutkan bahwa penggantian kerugian bisa dilakukan kalau debitur tetap lalai setelah diberi peringatan atau somasi.
Contoh Kasus:
Bayangkan kamu, Alya, menyewa jasa Rafi, seorang desainer interior, untuk menata ulang kafe kecilmu. Dalam perjanjian tertulis, Rafi dijanjikan akan menyelesaikan proyek dalam 30 hari. Tapi, setelah 45 hari, pekerjaan belum juga selesai — bahkan bahan yang digunakan tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Alya kemudian mengirimkan surat somasi (peringatan resmi) agar Rafi menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak. Namun, Rafi tetap tidak menepati janjinya. Dalam situasi ini, Alya berhak menuntut ganti rugi atas keterlambatan dan kerugian yang ditimbulkan, karena Rafi telah wanprestasi.
Kalau kasus seperti ini dibawa ke pengadilan, hakim bisa memutuskan:
-.Perjanjian dibatalkan,
- Pihak yang lalai membayar ganti rugi,
- Pelaksanaan perjanjian dipaksakan sesuai kesepakatan awal.
Jadi, bikin perjanjian itu bukan tanda nggak percaya, tapi bentuk perlindungan untuk dua belah pihak.
Janji boleh manis, tapi bukti tertulis itu lebih pasti.
Sumber Resmi:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Mahkamah Agung RI – Direktori Putusan

Diskusi