Fidusia dan Peran Notaris
Akta yang Dianggap Formalitas, Tapi Menentukan Nasib Debitur dan Kreditur
Dalam praktik pembiayaan—terutama kendaraan bermotor, alat berat, dan pembiayaan usaha—istilah fidusia sangat sering muncul. Namun bagi banyak masyarakat, fidusia hanya dianggap formalitas administrasi.
Padahal, akta fidusia yang dibuat oleh notaris memiliki konsekuensi hukum besar. Salah langkah dalam pembuatan atau pendaftaran fidusia bisa berujung sengketa, penarikan paksa, hingga pidana.
Di sinilah peran notaris menjadi sangat krusial: bukan sekadar penulis akta, tetapi penjaga kepastian hukum.
Apa Itu Jaminan Fidusia?
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda secara kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda tersebut tetap dikuasai oleh pemilik semula (debitur). Secara hukum, fidusia diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia umumnya digunakan untuk pembiayaan kendaraan, modal usaha dan kredit barang bergerak. Namun fidusia hanya sah dan memiliki kekuatan eksekutorial jika dibuat dengan akta notaris, dan didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Mengapa Akta Fidusia Harus Dibuat oleh Notaris?
UU secara tegas mewajibkan jaminan fidusia dibuat dalam akta notaris. Alasannya menjamin keabsahan perjanjian, memastikan identitas para pihak, menghindari rekayasa atau pemalsuan, dan memberikan kekuatan pembuktian sempurna. Notaris berfungsi sebagai pejabat umum yang netral, bukan perpanjangan tangan kreditur.
Peran Strategis Notaris dalam Fidusia
Dalam pembuatan fidusia, notaris seharusnya menjelaskan hak dan kewajiban debitur-kreditur, memastikan objek fidusia jelas dan sah, memastikan tidak ada paksaan, serta menjamin fidusia didaftarkan secara benar. Jika notaris lalai, akibatnya bisa fatal, seperti fidusia batal atau lemah, kreditur kehilangan hak eksekusi, bahkan debitur dirugikan karena eksekusi ilegal.
Fidusia Tidak Terdaftar: Masalah Serius
Masih banyak praktik pembiayaan, diantaranya adalah fidusia tidak didaftarkan, atau didaftarkan belakangan setelah sengketa muncul. Akibat hukum yang ditimbulkan antara lain kreditur tidak memiliki hak eksekusi langsung, penarikan barang bisa dianggap perbuatan melawan hukum, dan juga debt collector berpotensi melanggar hukum pidana.
Putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa eksekusi fidusia tidak boleh sewenang-wenang.
Putusan MK dan Dampaknya
Mahkamah Konstitusi melalui putusan terkait fidusia menegaskan bahwa eksekusi tidak boleh dilakukan sepihak, harus ada kesepakatan wanprestasi, atau melalui mekanisme pengadilan. Ini memperkuat posisi debitur dan menuntut fidusia dibuat dan dijalankan secara tertib hukum hingga peran notaris dijalankan secara profesional dan independen.
Tanggung Jawab Hukum Notaris
Jika notaris membuat akta tidak sesuai fakta, lalai menjelaskan isi perjanjian, atau terlibat dalam praktik fidusia fiktif, maka notaris dapat dimintai tanggung jawab perdata, sanksi administratif, bahkan pidana jika ada unsur kesengajaan.
Notaris bukan kebal hukum.
Fidusia dan Perlindungan Konsumen
Dalam banyak kasus, debitur adalah konsumen awam yang tidak memahami isi akta, tidak tahu apakah fidusia terdaftar bahkan tidak tahu haknya saat eksekusi. Peran notaris seharusnya menjadi filter keadilan, bukan hanya memenuhi target administrasi pembiayaan.
Fidusia bukan sekadar tanda tangan. Akta fidusia adalah penentu sah atau tidaknya eksekusi, dan notaris memegang kunci utama di dalamnya. Ketika fidusia dijalankan asal-asalan, hukum berubah dari pelindung menjadi alat penindasan. Dan ketika notaris lupa perannya, yang rugi bukan hanya debitur—tetapi kepercayaan publik pada hukum.
Sumber
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait eksekusi fidusia
Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pendaftaran Fidusia
Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia
Diskusi