Ketika Lapar Menjadi Alibi, dan Anak Dijadikan Jaminan Utang
Potret Kelam Kemiskinan dalam Wajah Hukum Indonesia
Di sudut-sudut negeri, ada dua tragedi yang sering luput dari perhatian negara yaitu :
- Orang mencuri karena lapar
- Anak dijadikan jaminan utang demi bertahan hidup
Keduanya bukan dongeng. Ini realitas pahit kemiskinan struktural yang berhadapan langsung dengan hukum pidana. Pertanyaannya, apakah hukum hanya hadir untuk menghukum, atau juga untuk memahami sebab?
I. PENCURIAN KARENA LAPAR: KEJAHATAN ATAU KEPUTUSASAAN?
Dalam banyak kasus, seseorang mencuri makanan pokok, susu anak, beras dan uang receh untuk sekedar makan. Bukan untuk kaya namun untuk tetap bisa bertahan hidup pada hari itu.
Dari Kacamata Hukum Pidana
Pencurian tetap dikualifikasikan sebagai tindak pidana berdasarkan Pasal 362 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum…”
Ancaman penjara maksimal 5 tahun. Dan hukum tidak membedakan motif—entah karena lapar, terpaksa, atau serakah.
Masalahnya Bukan Hanya Pidana, Tapi Sistemik
Kalau motifnya lapar, berarti yang rusak bukan cuma individu, tapi:
- Sistem perlindungan sosial
- Akses pekerjaan
- Harga bahan pangan
- Akses bantuan negara
Di titik ini, pencurian karena lapar adalah alarm keras kegagalan negara menjamin hak hidup warganya.
II. ANAK DIJADIKAN JAMINAN UTANG: KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN
Lebih mengerikan lagi dalam kondisi ekonomi ekstrem, ada orang tua yang menyerahkan anak sebagai jaminan utang, dengan dalih nanti diambil lagi, cuma sementara bahkan daripada mati kelaparan. Tapi hakikatnya, anak diperlakukan seperti barang gadai.
Ini Bukan Sekadar Perdata, Ini PIDANA BERAT
Perbuatan ini bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak yang melarang eksploitasi anak, perdagangan anak dan penelantaran anak. Bahkan juga bisa masuk ke TPPO jika unsur pemindahan, eksploitasi dan keuntungan terpenuhi. Ancaman pidananya bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun penjara. Ini bukan lagi masalah utang. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan masa depan generasi.
III. PERSILANGAN NGERI: KETIKA MISKIN, HUKUM, DAN ANAK SALING BERTABRAKAN
- Di satu sisi lapar memaksa orang mencuri → dipenjara
- Di sisi lain utang menekan → anak dijadikan jaminan
Yang akhirnya menjadikan
- Orang tua → pelaku pidana
- Anak → korban sistem
- Negara → sering hanya datang saat sudah jadi perkara
Sementara yang hilang dari semua ini adalah pencegahan. perlindungan dan kehadiran negara sebelum tragedi terjadi.
Kalau Orang Mencuri karena Lapar, dan Anak Jadi Jaminan Utang, yang Gagal Bukan Hanya Individu—Tapi Negara
Hukum pidana memang harus ditegakkan. Tapi saat kejahatan lahir dari kelaparan dan keputusasaan, maka:
- Menghukum saja tidak menyelesaikan masalah
- Penjara tidak mengenyangkan perut
- Vonis tidak menghapus kemiskinan
Negara tidak boleh hanya kuat menghukum, tapi lemah melindungi. Jika sistem ekonomi adil orang tidak perlu mencuri nasidan orang tua tidak akan menggadaikan anaknya. Jika dua itu masih terjadi, maka kita harus jujur bahwa negara gagal menjamin hak hidup paling dasar warganya.
HAM & KONSTITUSI YANG DILANGGAR
Kondisi ini bertentangan dengan:
- UUD 1945 Pasal 28A → hak hidup
- UU HAM
- Prinsip perlindungan anak dalam hukum nasional
- Prinsip negara kesejahteraan (welfare state)
Artinya kasus pencurian karena lapar dan anak sebagai jaminan utang bukan hanya perkara pidana, tapi pelanggaran HAM struktural.
APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN NEGARA?
- Perkuat bantuan sosial tepat sasaran
- Jamin stabilitas harga pangan
- Perlindungan hukum & ekonomi bagi keluarga miskin
- Edukasi bahaya eksploitasi anak
- Penindakan tegas terhadap pihak yang menerima “jaminan anak”
- Pendampingan hukum bagi warga miskin yang terjerat pidana karena lapar
Pencurian karena lapar dan anak dijadikan jaminan utang adalah dua wajah dari tragedi yang sama:
❗ Kemiskinan yang dibiarkan tumbuh tanpa perlindungan.
Jika negara hanya hadir saat borgol dipasang, tapi absen saat perut lapar dan utang menjerat, maka hukum kehilangan nuraninya.
SUMBER HUKUM & RUJUKAN
- Pasal 362 KUHP
- UU Perlindungan Anak
- UU TPPO
- UUD 1945
- UU HAM
Diskusi