Korban Pelecehan Dipaksa Minta Maaf ke Pelaku: Ini Bukan Damai, Tapi Bentuk Kekerasan Baru
Di banyak kasus pelecehan seksual, kita menemukan fakta yang lebih menyakitkan dari perbuatannya sendiri:
👉Korban justru dipaksa minta maaf kepada pelaku.
Dengan alasan:
“Biar nggak ribut”
“Demi nama baik keluarga”
“Biar cepat selesai”
“Kasihan masa depan pelaku”
“Kamu kan juga ikut memancing”
Padahal yang terjadi sebenarnya adalah: ⚠ Korban mengalami kekerasan dua kali — pertama oleh pelaku, kedua oleh lingkungan.
Pertanyaannya:
👉 Apakah memaksa korban untuk “damai” dan meminta maaf itu dibenarkan secara hukum?
Jawabannya tegas: TIDAK.
Korban Tidak Pernah Salah dalam Kasus Pelecehan
Dalam hukum pidana:
- Yang salah adalah pelaku
- Yang harus bertanggung jawab adalah pelaku
- Bukan korban
Tidak ada alasan:
- Pakaian
- Jam keluar rumah
- Cara bicara
- Status hubungan
- Kedekatan dengan pelaku
yang bisa dijadikan pembenaran pelecehan.
👉 Pelecehan tetap pelecehan, dalam kondisi apa pun.
Memaksa Korban Minta Maaf = Kekerasan Psikis
Ketika korban dipaksa:
- Minta maaf
- Diam
- Mencabut laporan
- “Berdamai” tanpa keadilan
Itu masuk ke dalam: ⚠ Kekerasan psikis dan tekanan mental terhadap korban.
Korban dipaksa:
- Menanggung rasa bersalah yang bukan miliknya
- Menyimpan trauma sendirian
- Kehilangan hak atas keadilan
Ini adalah reviktimisasi — korban dikorbankan untuk kedua kalinya.
“Damai” Tidak Menghapus Tindak Pidana
Banyak orang salah paham:
> “Kan sudah damai, berarti selesai.”
Faktanya: 👉 Pelecehan seksual termasuk tindak pidana yang TIDAK otomatis gugur hanya karena damai.
Artinya:
- Pelaku tetap bisa diproses hukum
- Perdamaian tidak menghapus pidana
- Negara tetap berhak menindak pelaku
Hukum Melindungi Korban, Bukan Pelaku
Saat ini Indonesia sudah memiliki aturan khusus yang kuat, yaitu:
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Dalam undang-undang ini korban berhak atas:
- Perlindungan
- Pendampingan hukum
- Pemulihan psikologis
- Keamanan diri
Semua bentuk:
- Intimidasi
- Pemaksaan damai
- Tekanan agar korban mencabut laporan
bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak korban.
Siapa Saja yang Bisa Ikut Disalahkan?
Tidak hanya pelaku utama. Pihak lain juga bisa bermasalah hukum jika:
- Mengancam korban agar diam
- Menekan korban mencabut laporan
- Memaksa korban minta maaf
- Melindungi pelaku secara aktif
- Menyebarkan cerita yang menyudutkan korban
Mereka bisa dianggap: Menghalangi proses hukum atau melakukan tekanan terhadap korban.
Kenapa Korban Sering Dipaksa Minta Maaf?
Ini fakta sosial yang pahit:
- Takut aib terbuka
- Takut pelaku masuk penjara
- Takut mencoreng nama keluarga
- Takut posisi sosial runtuh
- Takut dianggap “perusak masa depan orang”
Akhirnya: Korban dipaksa mengalah demi “ketenangan palsu”. Padahal yang tenang hanya:
- Pelaku
- Keluarga pelaku
- Lingkungan
Sementara korban menyimpan trauma seumur hidup. Kalau Korban Sudah Terlanjur Dipaksa Minta Maaf, Masih Bisa Lapor? Jawabannya MASIH BISA. Permintaan maaf:
- Bukan bukti bersalah korban
- Bukan pengakuan bahwa pelaku benar
- Tidak menghapus pidana
Selama ada bukti, saksi, kronologi dan pendampingan, perkara tetap bisa diproses secara hukum.
Ke Mana Korban Harus Melapor?
Korban bisa melapor ke: Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui:
- Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak)
- Unit Reskrim
Korban juga berhak datang dengan pendamping, didampingi kuasa hukum dan mendapat perlindungan selama proses berjalan.
Dampak Psikologis Jika Korban Dipaksa Minta Maaf
Beberapa dampak yang sering terjadi:
- Trauma berkepanjangan
- Rasa bersalah berlebihan
- Depresi
- Menutup diri
- Takut membangun relasi
- Kehilangan rasa aman
Ironisnya semua ini terjadi bukan karena korban salah, tapi karena korban ditutup mulutnya.
Jadi, kesimpulannya adalah..
✨ Korban pelecehan tidak pernah salah.
✨ Memaksa korban minta maaf adalah bentuk kekerasan psikis baru.
✨ Damai tidak menghapus tindak pidana.
✨ Hukum berdiri untuk melindungi korban, bukan pelaku.
✨ Diam demi “nama baik” sering kali menghancurkan korban seumur hidup.
Sumber
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Peraturan perlindungan saksi dan korban dalam perkara pidana
Diskusi