Kriminalisasi Aktivis & Hukum di Bawah Tekanan Kekuasaan
Ketika Mereka yang Bersuara Justru Dijadikan Tersangka
Dalam negara demokrasi, aktivis adalah alarm bahaya. Mereka bersuara saat ada yang salah, melawan saat yang lemah ditekan, dan menggugat saat kekuasaan kebablasan. Namun di Indonesia, tak jarang yang terjadi justru sebaliknya yang bersuara dikriminalkan, yang punya kuasa dilindungi. Alih-alih dijawab dengan argumen, aktivis kerap dijawab dengan:
- Laporan pidana
- Tuduhan provokasi
- Pasal karet
- Ancaman penjara
Inilah wajah hukum ketika berada di bawah tekanan kekuasaan.
APA ITU KRIMINALISASI AKTIVIS?
Kriminalisasi aktivis adalah upaya menggunakan instrumen hukum pidana untuk membungkam kritik, perlawanan sosial, dan kontrol publik terhadap kekuasaan. Yang disasar biasanya:
- Mahasiswa
- Buruh
- Petani
- Jurnalis
- Pembela HAM
- Warga yang menolak proyek besar
Dan yang dipakai bukan pasal biasa, tapi pasal serbaguna.
PASAL-PASAL “SAKTI” YANG SERING DIPAKAI MEMBUNGKAM
Beberapa pasal yang kerap digunakan:
- KUHP → pasal penghinaan, hasutan, penghasutan
- UU ITE → pencemaran nama baik, ujaran kebencian
- Undang-Undang Kepolisian → pasal ketertiban umum
- Pasal “melawan penguasa” dalam konteks unjuk rasa
Masalahnya pasal-pasal ini lentur—bisa ditarik ke mana saja sesuai kepentingan.
HUKUM DALAM TEKANAN KEKUASAAN: NETRAL DI ATAS KERTAS, TUNDUK DI LAPANGAN
Secara teori:
- Polisi netral
- Jaksa objektif
- Hakim independen
Tapi di lapangan, hubungan kekuasaan sering membentuk realitas lain:
- Ada proyek besar yang “tidak boleh diganggu”
- Ada pejabat yang “tak boleh disentuh”
- Ada investor yang “harus diamankan"
Akhirnya hukum tidak lagi bekerja untuk keadilan, tapi untuk stabilitas versi penguasa.
POLA UMUM KRIMINALISASI AKTIVIS
Hampir selalu berulang dengan pola yang sama:
- Aktivis menyuarakan penolakan atau kritik
- Isu dianggap mengganggu kepentingan tertentu
- Muncul laporan pidana
- Status tersangka ditetapkan cepat
- Opini publik diarahkan bahwa aktivis “biang kerok”
- Substansi kritik tenggelam
Yang dihukum bukan kejahatan, tetapi keberanian untuk bersuara.
JAMINAN KEKUATAN HUKUM YANG DILANGGAR
Tindakan kriminalisasi ini bertentangan langsung dengan:
1. UUD 1945 Pasal 28E
→ Hak menyampaikan pendapat
2. Undang-Undang HAM
3. Prinsip rule of law dan equality before the law
Artinya ketika aktivis dikriminalkan, yang dilukai bukan hanya individu—tetapi konstitusi itu sendiri.
DAMPAK BERBAHAYA BAGI DEMOKRASI
Jika kriminalisasi terus dibiarkan, dampaknya sangat sistemik:
Masyarakat takut berbicara
- Kritik dianggap ancaman
- Pemerintah kehilangan kontrol publik
- Kekuasaan menjadi liar
- Negara bergerak menuju otoritarianisme halus
Dan yang paling berbahaya adalah ketidakadilan menjadi normal.
FAKTA PAHIT: BANYAK YANG AKHIRNYA DIAM BUKAN KARENA SALAH, TAPI KARENA TAKUT
Banyak warga memilih diam dari[ada dilaporkan, menunduk daripada dipenjara dan mengalah daripada hancur secara sosial. Karena dalam praktik yang berhadapan dengan kekuasaan seringkali berarti siap kehilangan segalanya.
Negara Tidak Boleh Alergi Kritik, Tapi Justru Harus Takut Jika Tak Ada yang Mengkritik
Kritik bukan ancaman.
Aktivis bukan musuh negara.
Demonstrasi bukan kriminal.
Justru ketika:
- Aktivis dibungkam
- Kritik dipenjara
- Ketidakadilan dibungkus hukum
Saat itulah negara sedang berjalan ke arah yang berbahaya, negara yang takut pada rakyatnya sendiri adalah negara yang sedang kehilangan legitimasi moralnya.
Kriminalisasi aktivis bukan sekadar masalah individu, tetapi alarm keras bahwa hukum sedang tidak baik-baik saja. Jika hukum terus tunduk pada tekanan kekuasaan, maka yang tersisa hanyalah:
- Prosedur tanpa keadilan
- Pasal tanpa nurani
- Negara tanpa keberanian mengoreksi diri
Dan saat itu terjadi, semua warga—tanpa kecuali—berpotensi menjadi korban berikutnya.
SUMBER HUKUM & RUJUKAN
1. UUD 1945
2. Undang-Undang HAM
3. KUHP
4. UU ITE
5. Prinsip rule of law & demokrasi konstitusional
Diskusi