Mafia Peradilan & Jual Beli Perkara
Ketika Hukum Tidak Lagi Mencari Keadilan, Tapi Melayani Kekuasaan
Di atas kertas, hukum diciptakan untuk menegakkan keadilan. Namun dalam praktik, tak jarang hukum justru berubah menjadi alat tawar-menawar, komoditas transaksi, dan senjata kekuasaan. Di titik inilah lahir dua wajah gelap sistem hukum mafia peradilan dan jual beli perkara. Dan lebih berbahaya lagi hukum dijadikan alat untuk melindungi kekuasaan dan menghancurkan lawan.
I. APA ITU MAFIA PERADILAN?
Mafia peradilan adalah praktik kejahatan terorganisir di dalam sistem penegakan hukum, yang melibatkan oknum penyidik, oknum jaksa, oknum hakim, oknum panitera, oknum pengacara dan bahkan perantara (makelar perkara). Tujuannya satu mengatur hasil perkara demi uang, kepentingan, atau kekuasaan. Perkara bisa diringankan, diperberat, dihilangkan, dipetieskan atau “dimatikan pelan-pelan”.
II. APA ITU JUAL BELI PERKARA?
Jual beli perkara adalah praktik ketika:
- Status tersangka bisa “ditunda”
- Penahanan bisa “dibatalkan”
- Dakwaan bisa “dipermak”
- Tuntutan bisa “diringankan”
- Putusan bisa “diatur”
Semua tergantung berapa besar uang dan seberapa kuat kekuasaan di belakang terdakwa.
- Yang miskin: → bayar dengan tubuh dan kebebasannya
- Yang kaya: → bayar dengan uang
- Yang berkuasa: → sering kali tidak bayar apa pun
III. KETIKA HUKUM BERUBAH JADI ALAT KEKUASAAN
Di titik paling berbahaya, hukum tidak lagi berdiri netral. Ia justru digunakan untuk:
- Menekan oposisi
- Mengkriminalisasi aktivis
- Membungkam kritik
- Mengamankan kepentingan elite
- Melindungi pelaku besar
- Menghancurkan lawan politik
Maka yang terjadi bukan lagi penegakan hukum, melainkan rekayasa hukum.
IV. DALAM TEORI: SEMUA HARUS BEBAS DARI INTERVENSI
1. UUD 1945 Pasal 24
Kekuasaan kehakiman harus merdeka dan bebas dari campur tangan kekuasaan lain.
2. UU No. 48 Tahun 2009
Menegaskan hakim harus independen dan peradilan tidak boleh dipengaruhi kekuasaan mana pun.
3. UU No. 31 Tahun 1999
Jual beli perkara adalah bentuk korupsi dalam sistem peradilan.
4. Komisi Yudisial
Berfungsi mengawasi perilaku hakim dan menjaga kehormatan peradilan. Namun realitanya pengawasan sering kalah cepat dari permainan uang dan kuasa.
V. POLA UMUM MAFIA PERADILAN
- Kasus besar mandek bertahun-tahun
- Tersangka elite bolak-balik praperadilan
- Vonis ringan untuk kejahatan berat
- Koruptor dapat sel mewah
- Aktivis cepat ditangkap, elite cepat “diamankan”
- Barang bukti bisa “hilang”
- Saksi kunci bisa “mendadak lupa”
Semua ini bukan kebetulan namun ini adalah pola kejahatan sistemik.
Ketika Hukum Dijual, Negara Sedang Bangkrut Secara Moral
Negara tidak runtuh karena perang. Negara runtuh ketika keadilan bisa dibeli, kebenaran bisa ditawar dan hukum bisa diatur. Saat itu terjadi, yang berkuasa bukan lagi konstitusi, melainkan uang, jabatan, dan koneksi. Jika hukum terus menjadi alat kekuasaan, maka rakyat akan takut bicara, aktivis akan disingkirkan, elite akan semakin kebal dan korupsi akan semakin rakus. Yang kemudian pada akhirnya kepercayaan publik akan mati pelan-pelan.
VI. JALAN KELUAR YANG HARUS DIPAKSA OLEH PUBLIK
- Peradilan harus sepenuhnya transparan
- Vonis dan pertimbangan hakim wajib terbuka
- Aset aparat korup harus disita
- Pengawasan eksternal harus diperkuat
- Perlindungan saksi & pelapor
- Kriminalisasi terhadap pembongkar mafia harus dihentikan
- Hukum harus kembali berdiri di atas keadilan, bukan di bawah kekuasaan
Karena jika publik diam, mafia akan semakin leluasa. Mafia peradilan adalah racun di jantung negara hukum. Jual beli perkara adalah pengkhianatan terhadap sumpah jabatan. Dan ketika hukum dijadikan alat kekuasaan, maka negara tidak sedang menegakkan keadilan—negara sedang melatih warganya untuk takut dan diam. Hukum harus kembali menjadi pelindung rakyat, bukan tameng elite.
SUMBER HUKUM & RUJUKAN
- UUD 1945 Pasal 24
- UU No. 48 Tahun 2009
- UU No. 31 Tahun 1999
- Prinsip independensi peradilan dalam negara hukum
- Fungsi pengawasan Komisi Yudisial
Diskusi