Pembungkaman Lewat Pasal Karet
Ketika Hukum Tidak Lagi Melindungi, Tapi Membungkam
Di negara hukum, aturan seharusnya menjadi pelindung warga.Namun ketika pasal-pasal disusun dengan makna yang lentur, kabur, dan bisa ditarik ke mana saja, hukum berubah wajah bukan lagi sebagai pelindung, melainkan alat pembungkaman. Inilah yang dikenal publik sebagai “pasal karet” — pasal yang bisa ditafsirkan sesuai selera kekuasaan. Dan korbannya hampir selalu sama, seperti :
- Aktivis
- Jurnalis
- Akademisi
- Warga biasa yang bersuara kritis
APA ITU PASAL KARET?
Pasal karet adalah pasal hukum yang rumusannya tidak jelas, multitafsir, dan mudah disalahgunakan untuk menjerat siapa saja. Ciri utamanya:
- Tidak punya batas makna yang tegas
- Bisa dipakai dalam banyak situasi yang sebetulnya berbeda
- Lebih mengandalkan “perasaan tersinggung” daripada bukti objektif
Akibatnya yang menentukan salah atau tidak bukan lagi perbuatan, tapi posisi politik dan kekuasaan.
PASAL-PASAL “SAKTI” YANG SERING DIPAKAI MEMBUNGKAM
1. Pasal dalam UU ITE
Paling sering dipakai untuk:
- Kritik di media sosial
- Opini tajam
- Unggahan yang menyinggung pejabat
Masalahnya “Menyerang kehormatan” dan “mencemarkan nama baik” tidak diberi batas yang tegas.
2. Pasal Penghasutan dalam KUHP
Digunakan untuk:
- Aksi demonstrasi
- Seruan protes
- Ajakan perlawanan sipil
Padahal tidak semua seruan kritik adalah hasutan untuk berbuat jahat.
3. Pasal Ketertiban Umum
Dipakai untuk:
- Membubarkan diskusi
- Melarang aksi
- Menjerat peserta unjuk rasa
Dengan dalih “Mengganggu ketertiban.”
KENAPA PASAL KARET BERBAHAYA?
Karena pasal karet menciptakan:
- Takut berbicara
- Sensor diri berlebihan
- Kritik berubah jadi bisik-bisik
- Kekuasaan berjalan tanpa koreksi
Dalam jangka panjang, demokrasi mati bukan karena kudeta, tapi karena rakyat berhenti bicara.
POLA KLASIK PEMBUNGKAMAN LEWAT PASAL KARET
Hampir selalu berulang:
- Warga menyampaikan kritik
- Pejabat atau pihak berkuasa tersinggung
- Muncul laporan pidana
- Pasal karet dipakai
- Status tersangka ditetapkan cepat
- Substansi kritik tenggelam, yang disorot justru “kesalahan ucapan”
Yang diadili bukan kebenaran, tetapi keberanian untuk berbicara.
BERTABRAKAN LANGSUNG DENGAN KONSTITUSI
Pembungkaman lewat pasal karet jelas melanggar:
- UUD 1945 Pasal 28E → kebebasan berpendapat
- Undang-Undang HAM
- Prinsip equality before the law
- Prinsip rule of law
Artinya ketika pasal karet dipakai untuk membungkam, yang dilanggar bukan hanya hukum—tetapi konstitusi itu sendiri.
DAMPAK SOSIAL: KETAKUTAN YANG TERSTRUKTUR
Masyarakat akhirnya belajar satu hal berbahaya:
- Lebih aman diam
- Lebih selamat ikut arus
- Lebih baik pura-pura tidak tahu
Akhirnya kita hidup dalam sistem di mana kebenaran kalah cepat dari rasa takut.
Negara yang Tak Tahan Kritik Akan Selalu Butuh Pasal Karet
Pasal karet tidak tumbuh di ruang kosong. Ia tumbuh subur di negara yang:
- Alergi pada kritik
- Tak siap dikoreksi
- Memandang rakyat sebagai ancaman
Jika pemerintah percaya diri pada kebijakannya, maka kritik tidak perlu dipenjara. Yang butuh pasal karet adalah kekuasaan yang takut pada suara rakyatnya sendiri.
SOLUSI YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN NEGARA
Beberapa langkah penting:
- Memperjelas rumusan pasal multitafsir
- Menghapus pasal-pasal karet dari regulasi
- Menjamin perlindungan bagi pengkritik kebijakan
- Memisahkan kritik dari kejahatan
- Mendidik aparat soal kebebasan berekspresi
Karena hukum yang baik bukan yang menakutkan, tetapi yang menenangkan rakyatnya.
Pasal karet adalah bukti bahwa:
- Hukum bisa dipelintir
- Keadilan bisa disandera
- Kebenaran bisa dipenjara
Jika hari ini kita diam melihat orang lain dibungkam, jangan kaget jika besok giliran suara kita yang dipadamkan.
SUMBER HUKUM & RUJUKAN
1. UUD 1945
2. Undang-Undang HAM
3. UU ITE
4. KUHP
5. Prinsip rule of law dan kebebasan berekspresi dalam negara demokratis
Diskusi