Tantangan Penegakan Hukum di Dunia Mayantara (Cyberspace)
Di era digital seperti sekarang, kejahatan tidak lagi selalu terjadi di dunia nyata. Dunia mayantara (cyberspace) telah menjadi ruang baru terjadinya penipuan, pencemaran nama baik, peretasan, penyebaran hoaks, hingga eksploitasi seksual. Namun, meskipun kejahatan semakin canggih, penegakan hukumnya belum tentu selalu siap. Inilah yang menjadi tantangan besar bagi sistem hukum modern.
Apa Itu Dunia Mayantara?
Dunia mayantara adalah ruang virtual berbasis jaringan internet yang digunakan untuk komunikasi, transaksi, pertukaran data, hingga penyimpanan informasi digital. Aktivitas di media sosial, e-commerce, perbankan digital, hingga aplikasi pesan instan semuanya berada dalam ruang ini. Masalahnya, dunia digital tidak mengenal batas wilayah negara, sementara hukum masih berbasis yurisdiksi teritorial.
Bentuk Kejahatan yang Paling Sering Terjadi di Cyberspace
Beberapa kejahatan digital yang paling sering terjadi di Indonesia antara lain:
- Penipuan online (scamming)
- Pencemaran nama baik di media sosial
- Penyebaran konten asusila
- Peretasan akun
- Penyalahgunaan data pribadi
- Investasi bodong digital
- Pemerasan berbasis digital (sextortion)
Kejahatan-kejahatan ini sering kali terjadi tanpa tatap muka, anonim, dan lintas negara.
Tantangan Utama Penegakan Hukum di Dunia Mayantara
1. Pelaku Sulit Dilacak
Banyak pelaku menggunakan:
- Akun anonim
- VPN
- Server luar negeri
Hal ini menyulitkan aparat seperti Bareskrim Polri dalam melakukan pelacakan digital.
2. Lintas Negara (Yurisdiksi Internasional)
Jika pelaku berada di luar Indonesia, penegakan hukum membutuhkan:
- Kerja sama internasional
- Mutual Legal Assistance (MLA) Prosesnya lama, rumit, dan tidak selalu berhasil.
3. Bukti Digital Mudah Dihapus
Barang bukti berupa:
- Chat
- Data server
bisa dihapus dalam hitungan detik. Jika korban terlambat melapor, bukti bisa lenyap.
4. Rendahnya Literasi Hukum Digital Masyarakat
Banyak korban tidak sadar bahwa dirinya sedang menjadi korban kejahatan digital. Bahkan ada yang:
- Takut melapor
- Malu
- Mengira kasusnya tidak bisa diproses hukum
5. Kecepatan Teknologi Lebih Cepat dari Regulasi
Teknologi berkembang sangat cepat (AI, deepfake, crypto), sementara regulasi hukum sering tertinggal.
Dasar Hukum Penegakan Hukum di Dunia Digital
Beberapa regulasi utama yang digunakan di Indonesia:
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi
- KUHP
- Peraturan pelaksana dari Kementerian Komunikasi dan Digital
Regulasi ini menjadi dasar pemidanaan bagi:
- Penipuan online
- Pencemaran nama baik
- Peretasan
- Penyalahgunaan data pribadi
Tantangan bagi Aparat Penegak Hukum
Aparat penegak hukum saat ini dituntut untuk:
- Menguasai forensik digital
- Memahami sistem server, IP address, dan blockchain
- Menangani laporan berbasis elektronik
Tanpa kapasitas teknologi yang memadai, penanganan kejahatan digital akan tertinggal.
Solusi Menghadapi Tantangan Penegakan Hukum Digital
Beberapa solusi yang perlu terus diperkuat:
- Peningkatan kapasitas penyidik cyber
- Kerja sama internasional yang lebih efektif
- Literasi hukum digital masyarakat
- Penguatan regulasi yang adaptif terhadap teknologi baru
- Peran aktif platform digital dalam mencegah kejahatan
Penegakan hukum di dunia mayantara tidak bisa lagi dipandang sebagai pelengkap, tetapi telah menjadi kebutuhan utama dalam sistem hukum modern. Tanpa sistem penegakan hukum digital yang kuat, masyarakat akan terus menjadi korban kejahatan siber yang semakin masif dan kompleks.
Hukum harus mengejar teknologi, bukan tertinggal di belakangnya.
Sumber
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE jo. UU No. 19 Tahun 2016
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Diskusi